Terima Gubernur Sumatera Barat, Bamsoet Dorong Inpres Tentang Pembangunan Monumen Nasional Bela Negara
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung agar draf Instruksi Presiden tentang Pembangunan Monumen Nasional Bela Negara bisa segera diterbitkan. Sehingga menjadi payung hukum terpadu agar pembangunan monumen yang sudah dimulai sejak tahun 2012 bisa segera diselesaikan sebelum perayaan Hari Puncak Peringatan Bela Negara ke-15 pada 19 Desember 2021.
“Pembangunan Monumen Nasional Bela Negara dilakukan di lahan seluas 50 hektar yang dihibahkan oleh masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Agam, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok selatan dan Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat, yang merupakan daerah basis perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Jangan sampai pengabdian masyarakat tersebut menjadi sia-sia lantaran pembangunan monumen dan kawasan di sekitarnya tidak bisa diselesaikan,” ujar Bamsoet usai menerima Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, di Jakarta, Selasa (16/11/21).
Turut hadir Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Sumatera Barat Jefrinal Arifin. Hadir pula pengurus Generasi Lintas Budaya, antara lain Romo Benny Susetyo, Olivia Zalianty, dan Raja Asdi.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, perayaan Hari Bela Negara dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden No. 28/2006 yang menetapkan setiap tanggal 19 Desember diperingati sebagai sebagai Hari Bela Negara. Pemilihan tanggal tersebut menyesuaikan tanggal terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 19 Desember 1948. Pembangunan Monumen Nasional Bela Negara tidak lepas untuk mengenang peristiwa PDRI di Sumatera Barat yang diketuai Sjafroeddin Prawiranegara. Kehadiran PDRI tidak lain untuk mengisi kekosongan kepemimpinan pemerintahan Indonesia karena pada saat itu Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditahan oleh Belanda.
“Kehadiran PDRI merupakan penegasan kepada Belanda dan juga dunia Internasional, bahwa pemerintahan Indonesia masih tegak berdiri. Sekaligus menjadi dorongan semangat juang dalam upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena PDRI jugalah, akhirnya Belanda mau menghentikan agresinya dan bersedia kembali ke meja perundingan,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, terbentuknya PDRI juga menunjukkan solidaritas yang tinggi dari para pemimpin bangsa. Walaupun berasal dari kalangan sipil, pimpinan republik yang berada di Sumatera Barat, seperti Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr. Lukman Hakim, Ir. Indracahya, Ir. Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif, bisa tetap menjaga keberlangsungan kemerdekaan Indonesia melalui deklarasi PDRI.
“Sehingga, stigma bahwa pemimpin sipil lemah dan tidak mau bergerilya menjadi tidak tepat. Bahkan saat itu, Panglima Besar Soedirman mengakui kepemimpinan politik PDRI,” pungkas Bamsoet. (*)