Terima Pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial Berbasis Mahasiswa, Ketua MPR RI Bamsoet Ajak Perkuat Kesetiakawanan Sosial
JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi rencana event “Satu Kepedulian, Satu Pemberian, untuk Sejuta Kebaikan”. Diselenggarakan Lembaga Kesejahteraan Sosial Berbasis Mahasiswa (LKS-BMh) Jawa Tengah, pada 23 Desember 2023 di Balaikota Semarang, dalam rangka menyambut Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional.
Bagi bangsa Indonesia, menebalkan semangat solidaritas dalam bentuk kesetiakawanan sosial, merupakan keniscayaan. Mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 278,69 juta jiwa dengan tingkat kemajemukan dan heterogenitas yang sangat tinggi, telah menempatkan Indonesia pada posisi yang rentan dari upaya memecah belah dan adu domba diantara sesama anak bangsa.
“Melalui kesetiakawanan sosial, kita juga bisa menghadapi tantangan kebangsaan yang mewujud pada berbagai bentuk. Misalnya, degradasi moral generasi muda bangsa, maraknya perilaku koruptif, masih adanya ketimpangan sosial-ekonomi, tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal, serta terpinggirkannya ideologi bangsa,” ujar Bamsoet usai menerima pengurus LKS-BMh, di Jakarta, Senin (20/11/23).
Pengurus LKS-BMh yang hadir antara lain, Penasehat Handika Naufal Husni, Ketua Nutfatin Abiadhoh, Sekretaris Nurul Hidayah, Kabid Jamsos Alvina, dan Kabid Wirausaha Rifqi.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, kita dapat merasakan degradasi moral generasi muda bangsa, yang mudah terjerat gaya hidup hedonisme, terkontaminasi perilaku seks bebas, hingga terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba. Merujuk laporan Indonesia Drugs Report 2022, sebagian besar pengguna Narkoba adalah kelompok usia muda dan produktif, antara 25 sampai 49 tahun. Selain sebagai pengguna, pelajar dan pemuda juga terindikasi sebagai pelaku pengedar Narkotika.
“Tantangan kebangsaan lainnya, yakni masih maraknya perilaku koruptif, tercermin dari melemahnya indeks persepsi korupsi tahun 2022, sebagaimana dirilis lembaga Transparansi Internasional Indonesia pada awal tahun 2023. Indonesia menduduki peringkat ke 110 dari 180 negara yang disurvei. Sepanjang periode 2004 hingga 2022, tercatat sudah 1.351 kasus tindak pidana korupsi yang ditindaklanjuti oleh KPK, di luar kasus yang ditindaklanjuti oleh penegak hukum lainnya,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, tantangan kebangsaan lainnya terlihat pada ketimpangan sosial ekonomi. Ketimpangan ini tidak tampak nyata jika hanya merujuk pada indeks rasio gini, yang menurut data BPS pada Maret 2023 tercatat pada kisaran 0,39 atau berada pada klasifikasi sedang, atau bahkan hampir rendah. Ketimpangan tersebut dapat dirasakan relevansinya, ketika tahun ini Majalah Forbes melansir bahwa Indonesia masuk dalam 20 negara yang paling banyak memiliki miliuner, namun di sisi lain, masih ada 9,36 persen penduduk Indonesia yang masih hidup dalam garis kemiskinan.
“Sedangkan tantangan tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal dapat dirasakan seiring perkembangan jaman dan kemajuan teknologi. Arus globalisasi telah menggelontorkan nilai-nilai asing yang dipandang lebih maju dan modern. Gadget kaya fitur seperti smartphone, telah membuat anak-anak kita cenderung anti-sosial. Keasyikan berselancar di dunia maya telah merenggut waktu-waktu bersama keluarga, yaitu waktu-waktu di mana nilai-nilai kearifan lokal diajarkan. Dampaknya, nilai-nilai kearifan lokal seperti gotong royong, adab sopan santun, penghormatan terhadap adat dan budaya, menjadi barang asing bagi generasi muda bangsa,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, tantangan terpinggirkannya ideologi bangsa, khususnya di kalangan generasi muda bangsa, tercermin dari hasil survei Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID), yang dirilis pada Mei 2023. Sekitar 83,3 persen pelajar SMA berpendapat bahwa Pancasila dapat diganti.
“Sebelumnya, Survei Komunitas Pancasila Muda pada tahun 2020 menunjukan sekitar 19,5 persen generasi muda menganggap Pancasila hanya sekedar istilah yang tidak dipahami maknanya. Sedangkan Survei SMRC pada tahun 2022 memperlihatkan bahwa dari tingkat yang paling elementer sekalipun, pengetahuan dasar masyarakat tentang Pancasila masih belum optimal,” pungkas Bamsoet. (*)