Bamsoet Ingatkan Potensi Pelanggaran UU Terkait BP Batam
Jpnn.com – Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah membatalkan rencana peleburan Badan Pengusahaan Batam atau BP Batam dengan Pemerintah Kota (Pemko) Batam.
Menurut Bambang, jika pemerintah tetap mengangkat wali kota sebagai ketua BP Batam, hal tersebut berpotensi melanggar tiga Undang-Undang (UU). Ketiga UU itu adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Pengelolaan Aset Negara.
“Sebagai mitra koalisi, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar undang-undang,” kata Bambang di gedung DPR Jakarta, Senin (14/1).
Hal itu dikatakan Bambang usai menerima kedatangan Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk dan rombongan, di ruang kerjanya, Senin (14/1).
Bambang yang dalam pertemuan didampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo meminta semua pihak hendaknya menahan diri. Dia meminta pemerintah membatalkan rencana peleburan BP Batam dengan Pemko Batam. “Tidak ada urgensinya hal ini (peleburan) dilakukan secepatnya,” tegasnya.
Politikus Partai Golkar yang karib disapa Bamsoet itu juga meminta pemerintah duduk bersama dengan DPR RI dalam mengambil keputusan terkait BP Batam. Karena UU menyebut BP Batam dikelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di Komisi VI DPR.
“Sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR RI mengevaluasi semua permasalahan terkait Batam sehingga semua keputusan yang diambil tidak menabrak undang-undang,” ujarnya.
Bamsoet mengatakan, pemerintah perlu membuat kajian mendalam terkait keputusan strategis tersebut termasuk membenahi payung hukumnya. Dia menyarankan pemerintah menata Batam agar sesuai dengan tujuan awal dibentuknya yakni sebagai kawasan industri dan perdagangan yang strategis.
Dia berharap keputusan yang strategis diambil setelah pilpres mendatang sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. “Jika pemerintah tetap melaksanakan ini, kami khawatir akan menimbulkan gejolak di masyarakat dan mengganggu perekonomian khususnya di Batam,” jelasnya.
Sedangkan Agus Hermanto juga meminta pemerintah membatalkan peleburan BP Batam dengan Pemko Batam. Agus mengatakan, pemerintah dan DPR perlu duduk bersama dalam mengambil keputusan terkait pengelolaan BP Batam.
Menurut dia, UU Free Trade Zone (FTZ), menyebut BP Batam dikelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di Komisi VI DPR. Karena itu pemerintah sebaiknya duduk bersama dengan DPR dalam mengambil keputusan terkait BP Batam.
Sedangkan Jadi Rajagukguk menilai wacana melebur kepemimpinan BP Batam dengan wali kota Batam adalah kebijakan yang tidak tepat. Hal ini mengingat pengembangan Batam sejak semula diupayakan menjadi FTZ dengan pendekatan supply-side sejak zaman Soeharto, dengan harapan sebagai gerbang ekspor impor untuk mendongkrak investasi dan industrialisasi.
Dia menyatakan di Hanoi dan Penang, kawasan industri memang diserahkan ke pemerintah daerah tapi kelembagaannya kuat. Karena itu, jika ada masalah maka langsung bisa ke pusat, tidak perlu lobi-lobi terlebih dahulu. Sedangkan di Indonesia, dia menilai birokrasinya berbelit-belit.
“Kami punya harapan besar terhadap BP Batam sebagai pendongkrak ekonomi nasional,” katanya.
Menurut dia, harusnya melihat potensi BP Batam menjadi garda depan kekuatan pintu ekspor Indonesia dan meminimalisir impor. Maka dari itu, sepatutnya BP Batam diberikan power lebih dengan pengelolaan yang lebih profesional.
“Untuk menarik dan mengelola investor besar, masa hanya urus di daerah. Izin investasi kan ada BKPM, ada juga Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan. Investor kan butuh kepastian, kalau sudah rancu seperti ini, investor bisa pada lari,” ujarnya.
Rajagukguk menyatakan, antara BP Batam dan Pemko Batam, merupakan dua hal berbeda. BP Batam itu profesional, dan memang kepanjangan tangan dari pusat. Sedangkan wali kota itu pemerintah daerah dan sifatnya lima tahunan.