Bamsoet: Agama Menjadi Spirit Kehidupan Bernegara dan Bermasyarakat
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler yang memisahkan agama dengan negara. Juga bukan negara agama atau negara teokratis, yang berdasar pada agama tertentu. Meskipun demikian Indonesia dapat disebut sebagai negara dengan penduduk yang agamis, dimana semua penduduknya beragama, dan agama menjadi spirit dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
“Ditengah merebaknya politik identitas di berbagai negara dengan menggunakan sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan sebagai bahan bakar pemantiknya, yang seringkali dimanfaatkan politisi demi ambisi kekuasaan sebagaimana diperlihatkan di Amerika, India, dan Brasil, namun di Indonesia isu tersebut justru tak laku dijual. Kita memang hampir terjebak, namun berhasil keluar lantaran ada Pancasila sebagai ideologi yang terbukti selalu menyelamatkan bangsa,” ujar Bamsoet saat membuka Seminar Internasional ‘Beragama yang Harmonis dan Konstruktif yang Menguatkan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’, yang diselenggarakan MPR RI dalam menyambut kedatangan Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia (Rabithah Al Alam Al Islami), H.E. Mr. Sheikh Mohammed bin Abdulkarim Al Issa, di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Kamis (27/2/20).
Seminar Internasional ini turut dihadiri perwakilan berbagai organisasi kemasyarakatan seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Budha Indonesia (Permabudhi), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan, jika melihat jumlah penduduk yang mencapai 239,89 juta jiwa dengan komposisi 1.340 suku bangsa, enam agama dan berbagai aliran kepercayaan, potensi merebaknya politik identitas di Indonesia sangat besar. Namun bangsa Indonesia memiliki Pancasila yang mempertemukan berbagai perbedaan tadi menjadi satu keharmonisan. Sejarah juga mencatat bahwa lahirnya Indonesia adalah tak terlepas dari peran berbagai suku dan agama. Kelahiran dan perjuangan bangsa Indonesia juga menunjukkan betapa agama turut memberikan peran yang signifikan melalui kelompok masyarakat.
“MPR RI mengajak berbagai negara dunia yang masih dirundung konflik sosial, khususnya yang mengatasnamakan agama, untuk mulai merajut dialog mencari titik persamaan bukan justru mempertentangkan perbedaan. Dalam berbagai ajaran agama, selalu ditekankan bahwa perbedaan adalah keniscayaan. Dalam Islam, misalnya, Allah SWT dalam firman-Nya mengatakan bahwa manusia diciptakan berbangsa dan bersuku agar saling kenal mengenal. Bukan untuk saling berperang,” tutur Bamsoet.
Sejalan dengan Bamsoet, Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia H.E. Mr. Sheikh Mohammed bin Abdulkarim Al Issa juga menekankan bahwa keberagaman adalah sunnatullah. Baginya, ketidakmampuan sebagian kalangan mengambil hikmah atas perbedaan, tak terlepas dari kondisi ekonomi dan pendidikan yang menyelimutinya. Sehingga banyak yang salah pandang dan salah paham serta cenderung mengedepankan permusuhan.
“H.E. Mr. Sheikh Mohammed bin Abdulkarim Al Issa juga mengapresiasi moderasi Islam yang hidup di Indonesia. Baginya, keharmonisan yang ditampilkan kehidupan beragama di Indonesia menjadi inspirasi bagi dunia,” tandas Bamsoet.
Bamsoet maupun Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia juga menekankan, bahwa persoalan umat manusia saat ini bukanlah perbedaan agama. Melainkan krisis kemanusiaan, krisis iklim, krisis lingkungan, krisis nuklir, krisis ekonomi global, dan ancaman krisis lainnya.
“Atas dasar itu jugalah, MPR RI menginisiasi pembentukan Majelis Syuro Sedunia sebagai pembaruan strategi meningkatkan hubungan kerja sama antar lembaga negara pembuat konstitusi dalam satu wadah organisasi internasional. Sehingga bisa semakin menguatkan kontribusi dalam menyelesaikan persoalan umat dan persoalan global, yaitu menciptakan perdamaian dan keamanan bagi keberlangsungan hidup manusia,” pungkas Bamsoet. (*)