Bamsoet Apresiasi Menteri Pertanian Canangkan Kota Salatiga Sebagai Kota Vanili
SALATIGA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mencanangkan Kota Salatiga sebagai Kota Vanili. Melengkapi langkah MPR RI yang sebelumnya telah mencanangkan Kota Salatiga sebagai Kota Empat Pilar. Pencanangan tersebut merupakan bentuk sinergitas MPR RI dan Kementerian Pertanian dalam memajukan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat.
“Kementerian Pertanian juga telah membuat progran Gerakan Ekspor Tiga Kali Lipat (Gratieks), dengan memasukan vanili sebagai salah satu komoditas unggulan ekspor hasil perkebunan, bersama kopi, kelapa, dan lada. Bahkan usai pencanangan sebagai Kota Vanili, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo langsung memerintahkan Dirjen Tanaman Pangan menyalurkan 10 ribu bibit vanili untuk masyarakat Salatiga,” ujar Bamsoet dalam pencanangan Kota Salatiga sebagai Kota Vanili, di pendopo Walikota Salatiga, di Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (31/3/21).
Turut hadir Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Walikota Salatiga Yuliyanto, Wakil Walikota Salatiga Muhammad Haris, Anggota MPR RI Robert Kardinal, Sekretaris Brain Society Center Dhifla Wiyani, dan Ketua Perkumpulan Badan Usaha Masyarakat Adat Nusantara (PERBUMA) Dadung Harisetyo. Hadir pula jajaran Kementerian Pertanian, antara lain Dirjen Perkebunan Kasdi Subagyono dan Dirjen Tanaman Pangan Suwandi. Serta kalangan civitas akademika IAIN Salatiga yang mengikuti acara secara virtual.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dari segi historis, sejak zaman penjajahan Belanda, Kota Salatiga sudah dikenal sebagai daerah penghasil vanili. Bahkan pernah mengalami masa kejayaan di tahun 1980-an, dengan harga jual fantastis. Sehingga masyarakat menjuluki vanili sebagai ’emas hijau’. Kejayaan tersebut yang kini harus dibangkitkan kembali.
“Pencanangan sebagai Kota Vanili merupakan momentum untuk memberdayakan perekonomian masyarakat Salatiga dengan basis pertanian vanili. Mengingat kondisi geografi Kota Salatiga di ketinggian 450-825 meter diatas permukaan laut (mdpl), serta berada di daerah cekungan kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil, yaitu Gunung Telomoyo, Gunung Ungaran, Gunung Payung, dan Gunung Rong. Menyebabkan Salatiga beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata antara 23-24 C. Sangat cocok untuk tanaman vanili,” jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, tidak jarang ditemui, masyarakat di Kota Salatiga giat memanfaatkan lahan terbatas di setiap rumah, seperti di teras hingga atap rumah, dengan menanam 5-10 pot/polybag. Bahkan ada yang menanam 400 pohon vanili di halaman rumahnya.
“Menurut Walikota Salatiga, saat ini tanaman vanili yang sudah dibudidayakan penduduk mencapai 8.900 batang, dengan luas tanam lahan mencapai 3,74 hektar. Tersebar di Kelurahan Kalibening, Katman Kidul, Bugel, Kumpulrejo, Kutowinangun, Randuacir, dan Dukuh. Bahkan pemerintah kota Salatiga juga membuat program, satu rumah sepuluh tanaman vanili,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini mengungkapkan, sebagai komoditas unggulan, vanili mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi. Tahun 2020 lalu harga jualnya menembus Rp 4 hingga 6 Juta per kilogram vanili kering. Menempatkan Indonesia sebagai pengekspor vanili terbesar kedua di dunia setelah Madagaskar.
“Bahkan kandungan vanilin dalam tanaman vanili produk Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia, mencapai 3,9 persen. Lebih tinggi dari kandungan vanilin produksi Madagaskar yang hanya sebesar 2 persen,” ungkap Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, pangsa pasar vanili sangat menjanjikan. Sebagian besar importir vanili produksi Indonesia adalah negara-negara maju seperti Amerika (47,73 persen), Prancis (18,10 persen), dan Jerman (9,31 persen).
“Yang masih menjadi tantangan adalah optimalisasi pengolahan produk vanili untuk pasar global, sehingga produk yang diekspor adalah produk yang mempunyai nilai tambah. Tantangan yang tidak mudah, namun dengan gotong royong seluruh elemen bangsa, pasti kita bisa mewujudkannya,” pungkas Bamsoet. (*)