BALI – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi peluncuran buku ‘Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah, dan Gagasan Irman Gusman’. Tidak saja menyajikan berbagai gagasan pemikiran dan wawasan kebangsaan dari seorang Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI ke-2, Irman Gusman, melainkan juga menjadi saksi ketegaran dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya.
“Buku ini memperkaya referensi kajian hukum. Selain karena masih banyaknya pekerjaan rumah dalam penegakan hukum, tantangan dalam pembangunan hukum nasional juga selalu berkembang secara dinamis. Karenanya, pembenahan sistem hukum harus menjadi upaya yang berkesinambungan, seiring dinamika zaman,” ujar Bamsoet dalam peluncuran buku Irman Gusman, sekaligus peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-113, diselenggarakan secara virtual oleh Korps Alumni Himpunam Mahasiswa Islam (KAHMI), secara daring di Bali, Kamis (20/5/21).
Turut hadir secara daring dan luring, antara lain Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Viva Yoga Mauladi, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Eddy Omar Syarief Hiariej, Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015 Hamdan Zoelva, Ketua Komisi Yudisial 2010-2015 Eman Suparman, dan Wakil Ketua DPR RI 2014-2019 Fahri Hamzah.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-113 harus dijadikan momentum merefleksi sejauh mana keberhasilan mewujudkan cita-cita penegakan hukum yang berkeadilan. Merujuk indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara, atau peringkat 9 dari 15 negara di wilayah Asia Timur dan Pasifik.
“Sementara hasil survei Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, memperlihatkan angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Tertinggi jika dibandingkan bidang lain, seperti ekonomi 57 persen, politik dan keamanan 51 persen, serta bidang sosial dan humaniora 50 persen,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, tingginya angka ketidakpuasan publik terhadap bidang hukum dipicu oleh beberapa faktor. Antara lain persepsi publik terhadap upaya pemberantasan korupsi, independensi penegak hukum, perlindungan kebebasan berpendapat, kualitas kebijakan, serta beberapa faktor lainnya yang dinilai tidak menghasilkan kinerja optimal.
“Padahal, dalam konsepsi negara hukum, harus ada penghormatan terhadap pengakuan normatif dan empirik atas prinsip supremasi hukum, prinsip persamaan kedudukan di depan hukum, dan asas legalitas, yaitu penegakan dan penerapan hukum yang tidak bertentangan dengan hukum,” terang Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menekankan, secara filosofis, penegakan hukum yang berkeadilan harus merujuk pada konsep keadilan sebagaimana diamanatkan sila ke-dua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang menempatkan keadilan sebagai bagian dari martabat kemanusiaan. Serta sila ke-lima Pancasila, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menempatkan keadilan sebagai hak yang dapat diakses oleh seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi.
“Pasal 1 ayat (3) konstitusi menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Konstitusi juga mengatur penyelenggaraan peradilan dilaksanakan untuk menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1), adanya pengakuan persamaan kedudukan hukum setiap warga negara (Pasal 27 ayat 1), adanya jaminan atas kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang tidak diskriminatif (Pasal 28D ayat 1) dan pengakuan sebagai pribadi dihadapan hukum sebagai hak asasi (Pasal 28 I ayat 1),” tandas Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menambahkan, pembangunan hukum nasional harus menjadi upaya kolektif, karena membutuhkan komitmen dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Dari mulai aparat penegak hukum, pemerintah, maupun berbagai elemen masyarakat. Baik sebagai abdi hukum hingga sebagai bagian dari sistem pendukung dalam penegakan hukum.
“Penegakan hukum yang berkeadilan juga harus dimaknai bahwa hukum tidak hanya diperlakukan semata-mata sebagai sebuah prosedur yang harus ditaati. Pemenuhan prosedur hukum, pada saat yang bersamaan juga harus memenuhi tujuan hukum itu sendiri, yaitu memberikan rasa keadilan, nilai kemanfaatan, dan kepastian hukum,” pungkas Bamsoet. (*)