JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan walaupun Badan Pengkajian MPR pada 18 Januari 2021 merekomendasikan bentuk hukum ideal untuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) adalah melalui ketetapan MPR (TAP MPR), namun bukan perkara mudah untuk mewujudkannya. Hal tersebut sangat tergantung pada kekuatan politik di parlemen dan dinamika di masyarakat.
“Menurut saya, sebagai haluan negara, PPHN harus mempunyai legal standing yang kuat. Tidak dapat kita bayangkan jika sebuah haluan negara diatur dalam bentuk undang-undang, yang bisa diterpedo dan dibatalkan dengan PERPPU,” ujar Bamsoet dalam talkshow ‘Menuju Amandemen UUD NRI 1945’ yang diselenggarakan Tribun Network Kompas Gramedia, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Rabu (22/9/21).
Turut menjadi narasumber antara lain Wakil Ketua MPR Syariefuddin Hasan, Pakar Hukum Tata Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, serta Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Prof. Dr. Arif Satria.
Ketua DPR RI ke-20 memaparkan, bentuk hukum penetapan PPHN juga sebaiknya tidak diatur dalam konstitusi, karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat.
“Mekanisme perubahan terhadap Ketetapan MPR tentunya akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan jika PPHN diatur dalam konstitusi. Di samping itu, karena PPHN bersifat direktif, tidak normatif seperti halnya konstitusi, maka tentunya materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi,” kata Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi hukum dan keamanan ini menuturkan ada tiga pilihan bentuk hukum yang bisa diterapkan untuk PPHN. Pertama, melalui undang-undang. Kedua, menggunakan Ketetapan MPR. Ketiga, masuk dalam konstitusi.
“Keputusan mana yang akan diambil sangat bergantung kepada para stakeholder di Parlemen, yaitu partai politik di MPR dan kelompok DPD. Kalau pilihannya adalah TAP MPR, maka kedudukan hukum PPHN akan lebih kuat dan tidak akan mudah diubah dengan Perpu atau gugatan di Mahkamah Konstitusi,” pungkas Bamsoet. (*)