Bamsoet Dukung Pemerintah Berikan Stimulus kepada Industri Pers Termasuk Media Siber (online)
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah pemerintah yang akan memberikan stimulus kepada industri pers dalam menghadapi pandemi Covid-19. Antara lain menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran, penundaan atau penangguhan beban listrik, keringanan cicilan pajak korporasi menjadi 50 persen, membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juga per bulan, hingga mengalihkan anggaran belanja iklan layanan masyarakat kementerian dan lembaga negara kepada media lokal.
“Stimulus tersebut harus segera dieksekusi, sehingga industri pers tak mati lantaran pandemi covid-19. Dukungan pemerintah terhadap pers menunjukan keseriusan untuk memfasilitasi penyediaan informasi yang akurat kepada masyarakat. Pers lah yang menjadi garda terdepan dalam memerangi hoax Covid-19, yang semakin hari semakin menyeramkan. Dari mulai stigma negatif terhadap tenaga medis hingga penolakan rapid dan swab test menjadi wajah muram betapa hoax malah dipercaya masyarakat,” ujar Bamsoet saat menerima Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) 2020-2025, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (28/7/20).
Pengurus JMSI 2020-2025 yang hadir antara lain Ketua Umum Teguh Santosa, Bendahara Dede Zaki Mubarok, Sekretaris Bidang Kerjasama Antar Lembaga Yayan Sopyani, Anggota Bidang Hukum dan Advokasi Ahmad Hardi Firman, dan Ketua JMSI DKI Jakarta Darmawan Sepriyossa.
Mantan Ketua DPR RI yang juga pernah menggeluti dunia jurnalistik ini menilai tantangan terbesar yang dihadapi media massa saat ini bukan lagi bersumber dari otoriter negara. Melainkan para buzzer di media sosial yang memproduksi hoax dan hate speech sesuai pesanan. Namun demikian media tak boleh kalah. Media harus tetap membuktikan diri sebagai rujukan utama masyarakat mendapatkan informasi yang akurat.
“Posisi media massa khususnya Media Siber di Indonesia masih tetap eksis ditengah gempuran para buzzer. Riset lembaga Edelman Trust Barometer 2019 terhadap 26 negara memperlihatkan hanya 4 negara yang rakyatnya masih percaya terhadap media massa, yakni China (76 persen), Indonesia (70 persen), India (64 persen), dan Uni Emirat Arab (60 persen). Rakyat di negara-negara besar justru tak menaruh kepercayaan tinggi terhadap media massa. Misalnya Rusia (26 persen), Turki (27 persen), Jepang (35 persen, Inggirs (37 persen), maupun Amerika Serikat (48 persen),” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyoroti masih rendahnya Indeks Kebebasan Pers Indonesia. Sebagaimana dirilis Reporters Without Borders, organisasi internasional yang melakukan penelitian mengenai kebebasan pers dunia, dalam laporan 2019 World Press Freedom Index yang menempatkan Indonesia di posisi 124 dari 180 negara. Penilaian didasarkan pada beberapa kriteria, seperti independensi media dan keamanan jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
“Kondisi jurnalistik kita saat ini cenderung terus membaik. Pers bebas mengabarkan apapun tanpa takut menghadapi tekanan kekuasaan. Informasi apapun bisa didapat dengan mudah karena setiap orang bebas menyuarakan apapun, tentang apapun. Memang masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan, yang menjadi tugas kita bersama,” pungkas Bamsoet. (*)