JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan kembali Menko Perekonomian agar berhati-hati dalam rencana menjadikan Kepala BP Batam ex-officio dengan Walikota Batam. Pasalnya, hal tersebut berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Antara lain UU. No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU. No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara serta UU. No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Rencana Menteri Koordinator Perekonomian melakukan amandeman Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 sebagai dasar hukum bagi Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam yang dirangkap oleh Walikota Batam juga kurang tepat. Karena PP tidak bisa menganulir UU. DPR dalam menjalankan fungsi check and balances perlu mengingatkan, agar Menko Perekonomian RI tentu tidak melanggar peraturan perundangan,” ujar Bamsoet saat menerima pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Batam, dan Kepulauan Riau di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Selasa (29/01/19).
Hadir dalam pertemuan tersebut sekitar dua puluh pengurus KADIN Batam dan KADIN Provinsi Riau, antara lain Ketua KADIN Batam Jadi Rajagukguk, Wakil Ketua KADIN Batam James M. Simaremare, Wakil Ketua KADIN Batam Niko Nixon, Ketua Bidang Hukum KADIN Batam Ampuan, Perwakilan KADIN Kepulauan Riau Alin serta Justinus Karjadi.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menambahkan, jikapun tetap ingin menjalankan ex-officio tersebut, pemerintah pusat harusnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang nantinya akan dibahas di DPR RI. Ini tentu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Karenanya, lebih bijak jika Menko Perekonomian menunda rencana tersebut hingga usai Pemilihan Umum 2019. Agar tidak timbuk kegaduhan yang tidak perlu, khususnya dari kalangan dunia usaha.
“Jika persoalan BP Batam dipaksakan saat ini juga, sebelum Pemilu 2019, dikhawatirkan terjadi resistensi dari masyarakat, khususnya dari pelaku usaha dan industri. Ini akan menimbulkan kegaduhan baru dan mengganggu stabilitas ekonomi maupun politik nasional. Padahal saat ini adalah masa-masa rawan, karena berbagai elemen masyarakat sedang menyambut Pemilu 2019. Sebaiknya, para menteri bisa peka terhadap hal ini. Jangan dulu mengeluarkan putusan yang berpotensi menimbulkan penolakan, khawatir hanya akan buang-buang energi,” tegas Bamsoet.
Karena kompleksitas yang terdapat di BP Batam harus diurai satu persatu secara rigit, politisi Partai Golkar ini menyarankan setelah Pemilu 2019 Menko Perekonomian bisa melakukan public hearing yang melibatkan semua pihak. Mulai KADIN Batam, Kepulauan Riau, sampai KADIN Pusat maupun asosiasi pelaku usaha lainnya. Jika seluruh stakeholder bisa duduk bersinergi, masalah ini pasti bisa diselesaikan.
“Besarnya potensi perekonomian di Batam tidak boleh terganggu hanya karena masalah ketidaksepahaman para stakeholder. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pelaku industri harus duduk bersama membedah semuanya. Seperti apa capaian yang ingin diperoleh pemerintah pusat, apa yang diinginkan oleh pemerintah daerah, serta apa kebutuhan pelaku industri, semuanya harus bisa menemui saling kesepahaman,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia yang juga Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga memahami kegelisahan pelaku industri yang tidak ingin Batam diubah menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Namun, tetap menjadi Free Trade Zone (FTZ) sebagaimana yang selama ini sudah berjalan. (*)