Bamsoet Ingatkan Pancasila Jangan Hanya Sekedar Hafalan Tanpa Implementasi Nyata
JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengungkapkan sejarah mencatat sebelum penetapan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni, polemik mengenai kapan Pancasila dilahirkan selalu mengundang dialektika pergumulan gagasan yang terus bergulir melintasi lini masa, bahkan hingga era reformasi. Perdebatan mengenai Hari Lahir Pancasila merujuk pada tiga peristiwa sejarah. Pertama, tanggal 1 Juni 1945 pada saat Bung Karno menyampaikan pidato mengenai dasar negara dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Kedua, tanggal 22 Juni 1945, dimana Panitia Sembilan yang bertugas merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara, mengemukakan rumusan Piagam Jakarta dalam sebuah rapat informal BPUPKI di kediaman Soekarno. Ketiga, tanggal 18 Agustus 1945, pada saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan konstitusi negara (UUD NRI Tahun 1945), dan rumusan sila-sila dalam Pancasila tercantum pada bagian Pembukaan.
“Hiruk pikuk polemik mengenai penetapan hari lahir Pancasila pada akhirnya terhenti setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila yang ditetapkan setiap tanggal 1 Juni. Salah satu dasar penetapannya, bahwa pertama kali Pancasila diperkenalkan sebagai dasar negara adalah pada tanggal 1 Juni dan bahwa rumusan Pancasila yang disampaikan Soekarno sejak tanggal 1 Juni 1945, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan rangkaian proses kelahiran Pancasila sebagai dasar negara,” ujar Bamsoet dalam talkshow yang diselenggarakan DPP PERWANAS, secara virtual dari Jakarta, Jumat (3/6/22).
Turut hadir secara taping virtual Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hadir pula Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie, Felia Salim, dan Eros Djarot. Serta Ketua Umum DPP PERWANAS Rosa Ocha Muhammad, dan Sekretaris Jenderal DPP PERWANAS Endang Rarasati.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menekankan, berakhirnya polemik mengenai penetapan hari lahir Pancasila, setidaknya memberikan ruang bagi segenap elemen bangsa, untuk berkontemplasi, bermawas diri, dan membangun sebuah kesadaran kolektif. Bahwa ada hal yang lebih fundamental untuk diperjuangkan, yaitu bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat dipahami, dihayati, diamalkan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Kelima sila dalam Pancasila saling berkaitan dan saling menjiwai satu sama lain. Memaknai Pancasila tidak mungkin dan tidak boleh dilakukan secara sepenggal-sepenggal, karena akan menimbulkan ketimpangan. Dari sejak awal kelahirannya, Pancasila dimaksudkan sebagai dasar negara, ideologi dan pandangan hidup bangsa yang mempersatukan kemajemukan, dan menjadi sumber jati diri bangsa, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, untuk membumikan Pancasila, tidak memerlukan konsep yang muluk-muluk. Karena sesungguhnya nilai nilai Pancasila selalu hadir dan dapat ditemukan dalam keseharian. Bersikap ramah kepada sesama, memberikan bantuan kepada fakir miskin, mengedepankan musyawarah dalam memutuskan suatu persoalan merupakan contoh penerapan nilai-nilai Pancasila. Membumikan Pancasila adalah ‘menemukan kembali’ nilai kegotongroyongan dalam berbagai aspek kehidupan sebagai sebuah bangsa.
“Karenanya dalam memaknai Pancasila, tidak boleh sekadar ramai dalam diskusi namun sepi dalam pelaksanaan. Karena sebagai sebuah ideologi, Pancasila hanya akan bermakna ketika kehadirannya dapat dirasakan dalam setiap denyut nadi kehidupan masyarakat. Ia harus diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, agar tidak menjadi konsep yang hanya hidup di awang-awang, atau hanya menjadi hafalan rumusan sila-sila di luar kepala,” pungkas Bamsoet. (*)