JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali meluncurkan buku terbaru, ‘Tetap Waras, Jangan Ngeres’. Buku ke-18 yang ia tulis ini memuat refleksi pemikiran dirinya selama setahun terakhir. Buku ini terbagi dalam dua bagian, sebelum dan sesudah Indonesia didera pandemi Covid-19. Didalamnya terdapat otokritik dalam menghadapi pandemi Covid-19, yang terkadang justru malah menghilangkan nalar kebangsaan.
“Tetap Waras, Jangan Ngeres, bermakna pemimpin dari tingkat pusat hingga daerah harus memberikan harapan, bukan menimbulkan kecemasan. Pejabat memberikan informasi akurat bukan menutupi kebenaran. Rakyat seharusnya taat pada aturan bukan melanggar,” ujar Bamsoet dalam peluncuran buku ‘Tetap Waras, Jangan Ngeres’, di Jakarta, Selasa (10/11/20).
Turut hadir antara lain Wakil Ketua Komisi III DPR RI/Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni, Anggota Komisi III dan Ketua MKD DPR RI/Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsyi, Ketua Umum BS Center Ahmadi Noor Supit, Ketua Pelaksana/Ketua Dewan Pakar BS Center Prof. Didin Damanhuri, Rektor Universitas Indonesia Prof. Ari Kuncoro, Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu, dan Dosen Universitas Paramadina Prof. Abdul Hadi serta Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia 2011-2013 Komjen Pol (purn) Nanan Soekarna.
Ketua DPR RI ke-20 ini menekankan, daripada sibuk berwacana tentang rekayasa atau teori konspirasi dibalik pandemi Covid-19, jauh lebih baik jika semua orang mencurahkan waktu dan pikirannya untuk peduli terhadap penanganan pandemi Covid-19. Salah satunya melalui disiplin menjalankan protokol kesehatan. Data kasus Covid-19 di dalam maupun di luar negeri harus dilihat sebagai sebuah fakta, bukan malah dijadikan bahan akrobat untuk berwacana.
“Lebih dari satu juta orang di dunia (empat belas ribu lebih diantaranya adalah warga Indonesia) telah meninggal dunia karena virus Covid-19. Angka ini seharusnya menyadarkan kita bahwa virus Covid-19 adalah sesuatu yang nyata, bukan bagian dari teori konspirasi maupun sekadar wacana. Semua orang harus terdorong mencari solusi menekan penyebarannya. Saling menyalahkan satu sama lain, maupun menuduh pemerintah lamban mengantisipasi penularan Covid-19, bukanlah hal yang patut dilakukan,” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, pandemi Covid-19 telah menimbulkan banyak kecemasan. Masyarakat kebingungan, tenaga medis dan kesehatan kewalahan, para pengusaha kelimpungan, bahkan pemerintah pun terkadang terkesan tidak kompak. Kejadian ini tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di berbagai belahan negara lainnya. Mengingat tidak ada negara yang punya pengalaman menghadapi pandemi Covid-19 yang bisa dijadikan sebagai rujukan.
“Dalam situasi krisis, khawatir berlebihan atau terlalu menggampangkan masalah merupakan sikap yang tak boleh dilakukan, karena malah akan membuat persoalan tambah runyam. Karena itu saya mengajukan pentingnya kita tetap menjaga kesadaran dan akal sehat. Tetap waras. Waras dalam arti tetap rasional, terukur, namun juga waspada. Serta jangan Ngeres, yang berarti tak melakukan tindakan yang bisa menimbulkan instabilitas,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mengingatkan, rencana vaksinasi yang akan dimulai akhir 2020, bukan satu-satunya bisa menyelesaikan berbagai keseluruhan masalah yang ditinggalkan akibat pandemi Covid-19. Masih ada pekerjaan rumah menata pondasi perekonomian yang nyaris rusak.
“Pemerintah sedang mengupayakan agar pemulihan ekonomi bisa terjadi pada kuartal IV-2020 dan berakselerasi pada 2021. Optimisme ini tak bisa berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi kesadaran masyarakat dalam menekan penyebaran virus Covid-19 melalui kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menambahkan, tak sekadar optimis, pemerintah juga harus mengantisipasi berbagai kejadian yang bisa mengoyak perekonomian. Misalnya, dampak kredit macet di bank pemerintah dan swasta yang jumlahnya dikabarkan berpotensi menembus Rp 900 triliun. Jika tak diantisipasi sejak dini, dampaknya bisa sangat luar biasa bagi perekonomian.
“Bukannya pulih pada kuartal IV, perekonomian Indonesia malah bisa lebih parah dibanding krisis moneter 1998. Ini pekerjaan rumah yang menuntut kita untuk tetap berpikir waras, dan jangan ngeres. Artinya, berbagai kebijakan yang diambil harus berdasarkan pikiran yang jernih, bukan karena emosi,” pungkas Bamsoet.
Sebagai catatan, sebelum buku Tetap Waras dan Jangan Ngeres, Dewan Pakar KAHMI ini telah melahirkan banyak karya buku. Antara lain, Mahasiswa Gerakan dan Pemikiran (1990); Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita (1991); Ekonomi Indonesia 2020 (1995); Skandal Gila Bank Century (2010); Perang Perangan Melawan Korupsi (2011); Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul (2011); Republik Galau (2012); dan Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir (2013).
Ada pula buku Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni (2013); 5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1 (2013); Indonesia Gawat Darurat (2014); Republik Komedi 1/2 Presiden (2015); Ngeri-Ngeri Sedap (2017); Dari Wartawan ke Senayan (2018); Akal Sehat (2019), Jurus 4 Pilar (2020), dan Solusi Jalan Tengah (2020). (*)