Site icon Bambang Soesatyo

Bamsoet: RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Diharapkan Mampu Tangkal Ancaman Siber Multidimensional

JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan di era Revolusi Industri 4.0 saat ini, kedaulatan sebuah bangsa bukan hanya terletak pada penguasaan wilayah darat, laut maupun udara saja. Melainkan juga pada wilayah siber. Berdasarkan penelitian Frost & Sullivan yang diprakarsai Microsoft pada tahun 2018, kejahatan siber di Indonesia bisa menyebabkan kerugian mencapai Rp 478,8 triliun (USD 34,2 miliar). Sedangkan untuk tingkat Asia Pasifik, kerugiannya bisa mencapai USD 1,745 triliun atau lebih dari 7 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) kawasan Asia Pasifik yang mencapai USD 24,33 triliun. 

“Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, setidaknya sepanjang 2018 ada sekitar 232 juta serangan siber menyerbu Indonesia. Serangan tersebut tak boleh dianggap remeh. Apalagi tren dunia kedepan tak bisa dilepaskan dari internet dan transformasi teknologi informasi. Di Indonesia saja, penetrasi pengguna internet berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2018, sudah mencapai 171,18 juta jiwa atau 64 persen dari total penduduk sebesar 264,16 juta jiwa. Karenanya pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang,” papar Bamsoet saat menjadi narasumber Diskusi Publik dan Simposium Nasional Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS), di Jakarta, Senin (12/08/19).

Turut menjadi narasumber antara lain Kepala BSSN Letjen TNI (purn) Hinsa Siburian, dan Dekan Fakuktas Hukum Universitas Indonesia Dr. Edmon Makarim. Acara yang diinisiasi BSSN ini dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari mahasiswa, komunitas siber, akademisi, praktisi, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, dan kementerian/lembaga.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyinggung terputusnya aliran listrik yang menyelimuti sebagian Jawa beberapa waktu lalu. Walaupun bukan terjadi karena serangan, namun kejadian ini telah membuat kehebohan dan mematikan aktifitas ekonomi masyarakat. Tak menutup kemungkinan suatu saat nanti aktivitas siber Indonesia tiba-tiba diserang. Jaringan telekomunikasi dan internet mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan.

“Bahkan lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam di remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh kita. Hal seperti itu bisa saja terjadi. Saat ini saja jika kita melaporkan kehilangan handphone atau mobil, dari kantor pusat bisa langsung ‘dikunci’ sehingga si pencuri tak bisa menggunakan. Karena itu, kedepan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa codingnya harus diganti sehingga pabrikan asalnya tak lagi punya kendali penuh. Sekaligus meminimalisir perbuatan jahat dari pihak-pihak yang tak bertanggungjawab,” singgung Bamsoet.

Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menjelaskan, RUU KKS diusulkan Badan Legislasi DPR RI terdiri 77 pasal dan 13 bab, yang sudah disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI melalui Rapat Paripurna tanggal 4 Juli 2019, merupakan upaya DPR RI untuk menguatkan pondasi Keamanan dan Ketahanan Siber Indonesia agar mampu menghadapi ancaman yang bersifat multidimensi, baik dari dalam maupun luar negeri. Sambil menunggu Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah, DPR RI berharap proses kelahiran RUU KKS ini bisa mengakselerasi kematangan ekosistem keamanan dan ketahanan siber nasional.

“Di samping itu, dengan adanya kebijakan di tingkat undang-undang, diharapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintah di bidang keamanan dan ketahanan siber dapat selaras dengan penghormatan hak asasi manusia, kemandirian dalam inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemajuan perekonomian nasional,” jelas Bamsoet.

Lebih jauh Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menerangkan, melalui RUU KKS, pemerintah juga bisa menjalankan Diplomasi Siber untuk memajukan kepentingan Indonesia dalam bidang Keamanan dan Ketahanan Siber di tingkat internasional. Kerjasama dengan negara-negara lain sangat diperlukan, mengingat serangan siber seringkali dilakukan orang-orang dari berbagai lintas negara.

“Diplomasi siber bisa dijadikan rangkaian diplomasi ekonomi, politik, maupun kebudayaan yang dijalankan pemerintah. Pengalaman yang telah dilalui memberikan pelajaran bahwa ancaman terhadap kedaulatan siber sangat nyata. Bahkan menjadi salah satu ancaman nonmiliter terbesar bagi dunia,” terang Bamsoet.

Tak hanya itu, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menjabarkan, dalam konteks pemeliharaan keamanan dan ketahanan siber, penguatan pondasi dapat meliputi empat hal. Pertama, bahwa segala kerentanan yang dapat meningkatkan ancaman atau bahaya di bidang siber harus dapat dideteksi dan diidentifikasi. Kedua, segala aset penting untuk hajat hidup orang banyak, harus dapat dilindungi atau dibentengi dari kemungkinan adanya sabotase, serangan, atau aneka upaya lain untuk menghancurkan atau merusaknya.

“Ketiga, segala sabotase, serangan, atau aneka upaya lain yang sedang berlangsung harus dapat ditanggulangi secepatnya dan kerusakan, kehilangan atau kehancuran yang telah terjadi harus dapat dipulihkan secepatnya. Keempat, segala komponen dalam penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber yaitu manusia, perangkat teknis, dan perangkat non teknis, harus dapat dipantau dan dikendalikan agar tidak menambah besar kerentanan,” pungkas Bamsoet. (*)

Exit mobile version