Catatan Ketua MPR RI: Membangun Infrastruktur 5G Demi Masa Depan Anak-Cucu
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
KETIKA komunitas global mulai mengadopsi teknologi telekomunikasi seluler Generasi Lima atau 5G, fakta ini otomatis menghadirkan tantangan. Tidak hanya bagi negara, melainkan juga tantangan bagi generasi muda yang akan melanjutkan pembangunan nasional. Artinya, menyoal pembangunan infrastruktur 5G dan menyiapkan talenta digital jauh lebih produktif dan relevan; bukan meributkan isu presiden tiga periode.
Generasi milenial atau Generasi Y yang terbiasa dengan teknologi telekomunikasi Generasi Empat atau 4G kini sudah memasuki dunia kerja. Ketika jutaan warga pada belasan ribu desa atau kelurahan belum bisa menikmati teknologi 4G karena keterbatasan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Indonesia sudah harus beradaptasi dengan teknologi 5G. Era 5G, sebagaimana telah diilustrasi oleh para ahli, merupakan sebuah lompatan besar yang bisa saja terkesan cukup ekstrim, karena akan mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia.
Konsekuensi lompatan ke era 5G mengharuskan dimulainya akselerasi pembangunan infrastruktur TIK. Mempercepat pembangunan infrastruktur TIK menjadi keniscayaan agar semua anak-cucu yang diidentifikasi sebagai Generasi Y, Generasi Z dan Generasi Alpha, memiliki akses untuk beradaptasi dengan era 5G. Tiga generasi itulah yang akan melanjutkan dan melakoni masa depan pembangunan nasional. Karena itu, menjadi kewajiban generasi orang tua masa kini untuk menghantarkan tiga generasi itu memasuki era 5G, dengan menyediakan infrastruktur TIK yang mumpuni.
Setelah mewujudkan konektivitas nasional melalui proyek Palapa Ring, pemerintah diharapkan makin fokus membangun infrastruktur TIK untuk teknologi 5G. Dikutip dari berbagai sumber, disebutkan bahwa diperlukan ketersediaan spektrum 2,6 GHz demi efektivitas 5G, dengan bandwidth di kisaran 100 MHz. Dengan spektrum seperti itu, 5G akan memiliki kemampaun sangat mumpuni, dengan kecepatan lebih dari 1Gbps dan latensi (perlambatan/tunda) 1ms dan bisa terhubung ke ratusan ribu perangkat per kilometer persegi..
Karena kemampuannya seperti itu, teknologi 5G bisa mewujudkan tidak hanya pabrik cerdas, tetapi juga mewujudkan rumah pintar, alat medis pintar hingga transportasi cerdas. Untuk memeriksa kesehatan atau proses penyembuhan, dokter dan pasien tidak perlu harus tatap muka dalam satu ruang medis, karena pemeriksaan oleh dokter atau petugas medis bisa dilakukan dari tempat lain. Juga dengan dukungan teknologi 5G, mobil swaskemudi atau tanpa kendali oleh manusia bisa segera diwjudkan.
Teknologi 5G akan membangun dan mewujudkan kebudayaan baru. Banyak pekerjaan, dari yang rumit sampai yang paling sederhana, tidak lagi butuh otak dan peran tenaga manusia. Era 5G menjanjikan kehidupan yang lebih mudah, tetapi juga mengeliminasi begitu banyak pekerjaan yang sebelumnya butuh peran manusia. Sebagaimana diingatkan oleh Kepala Pusat Inovasi 5G di Universitas Surrey, Inggris, professor Rahim Tafazolli, ada harga yang harus dibayar manusia ketika sebuah pembaruan atau kemajuan terwujud.
Studi oleh GSMA Intelligence mengindikasikan Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan akan menjadi negara yang mendominasi jaringan seluler 5G super cepat pada tahun 2025. Perkembangan ini hendaknya mendorong Indonesia untuk semakin cepat membangun infrastruktur TIK pendukung teknologi 5G.
Sebagai negara yang diproyeksikan menjadi salah satu dari lima raksasa ekonomi dunia dengan total Produk Domestik Bruto 7 triliun dolar AS, transformasi digital di era 5G menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakoni bangsa ini. Bukankah Indonesia ingin menjadi bangsa yang tangguh dengan mewujudkan misi Indonesia Maju di tahun 2045?
Di sela-sela proses menyiapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), MPR juga peduli pada proses dan progres transformasi digital di dalam negeri. Gonjang-ganjing isu jabatan presiden sampai tiga periode tak lebih dari skenario halu dari kelompok-kelompok yang lebih mementingkan syahwat kekuasaan.
Dengan peduli pada proses transformasi digital di semua sektor, MPR ingin mengingatkan semua elemen masyarakat bahwa ada tantangan besar yang harus segera direspons demi masa depan anak-cucu; mulai dari Generasi Y (lahir dalam rentang waktu 1981 – 1994), Generasi Z (1995 – 2010) hingga Generasi Alpha (lahir setelah tahun 2010). Tantangan riel ini harus dijawab dengan pemikiran-pemikiran visioner dari generasi orang tua saat ini.
Siap atau tidak siap, Indonesia harus bisa menyiapkan infrastruktur digital bagi masa depan Generasi Z, Y dan Generasi Alpha yang juga sering disebut iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka orang muda yang kesehariannya bergelut dengan ponsel pintar, terbiasa browsing dengan komputer, dan mendengarkan musik melalui earphone. Semua kegiatan nyaris berkait dengan dunia maya.
Sejak kecil, tiga generasi itu sudah akrab dengan teknologi dan akrab dengan gadget canggih. Bahkan Generasi Alpha digambarkan sebagai sudah terbiasa dengan teknologi sejak masih dalam kandungan, dan begitu lahir langsung menjalani pola hidup digital. Maka, demi masa depan mereka, negara wajib memfasilitasi dengan mempercepat proses transformasi digital. MPR akan banyak menyentuh kepentingan iGeneration dan Generasi Alpha.
Sudah menjadi fakta bahwa percepatan transformasi digital tak terhindarkan karena faktor pandemi Covid-19. Masyarakat kian terbiasa dengan aktivitas daring, dari mulai belanja, proses belajar-mengajar hingga bekerja di rumah atau WFH (Work From Home). Pola hidup baru di tengah pandemi juga mendorong semua komunitas makin fokus dan peduli pada masa depan iGeneration dan Generasi Alpha. Jangan sampai mereka gagap karena ketidaksiapan negara mengadopsi teknologi 5G, menyiapkan talenta digital, dan merumuskan regulasi yang mumpuni.
Kini, digitalisasi telah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. MPR mengapresiasi upaya pemerintah yang telah menginisiasi pelatihan-pelatihan melalui berbagai program, seperti Gerakan Literasi Digital Nasional (Siberkreasi), Beasiswa Talenta Digital (DTS), maupun penyelenggaraan Akademi Kepemimpinan Digital (DLA). Demikian juga upaya-upaya digitalisasi di sektor UMKM (UMKM Go Online) dan Gerakan Nasional 1.000 Startup. ***