JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan eksistensi partai politik sebagai entitas penting dan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akan selalu membentuk, mewarnai, dan mempengaruhi sikap dan kebijakan politik internasional suatu negara. Karena itu, dirinya mengapresiasi forum Dialog yang diselenggarakan Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok, yang diikuti 300 lebih perwakilan partai politik dari negara-negara di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara.
“Forum dialog ini menjadi wadah untuk saling bertukar fikiran, serta menghimpun ide dan gagasan dalam mewujudkan kerjasama multilateral yang lebih konstruktif. Sekaligus mempunyai peran strategis untuk membangun kesepahaman, memperkuat soliditas dan solidaritas kawasan, serta menumbuhkan komitmen untuk mengoptimalkan kerjasama di segala bidang. Khususnya, sektor perekonomian yang goyah karena terimbas pandemi Covid-19,” ujar Bamsoet saat menjadi pembicara utama dalam ‘Dialog Bersama Partai Politik di Negara-Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara’, secara daring dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Kamis (9/9/21).
Turut serta antara lain Menteri Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok Mr. Song Tao, Sekretaris Partai Komunis Tiongkok di Daerah Otonom Guangxi Mr. Lu Xinshe, Anggota Polit Biro Partai Revolusioner Rakyat Laos sekaligus Presiden Front Laos untuk Pembangunan Nasional Mr. Sinlavong Khoutphaythoune, dan Ketua Majelis Nasional Nepal Mr. Ganesh Prasad Timilsina.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, akibat pandemi Covid-19, perekonomian global tahun 2020 turun tajam. IMF mengestimasi minus 3,5 persen, Bank Dunia minus 5,2 persen dan OECD minus 4,2 persen. Untuk tahun 2021, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global bisa mencapai 6 persen dan pada tahun 2022 mencapai 4,9 persen. Sementara Bank Dunia memprediksi tumbuh 5,6 persen di tahun 2021 dan 3,8 persen di tahun 2022.
“OECD memprediksi tumbuh 5,8 persen untuk tahun 2021 dan 4,4 persen di tahun 2022. Sementara WTO memprediksi volume perdagangan global pada tahun 2021 tumbuh 8 persen. Merealisasikannya butuh kerja sama antar negara, khususnya dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara berpenghasilan menengah kebawah,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, dari sekitar 7,7 miliar penduduk dunia, sebanyak 223.449.197 diantaranya sudah terpapar virus Covid-19. Sebanyak 4.610.514 diantaranya meninggal dunia dan 199.964.502 diantaranya sembuh. Sementara vaksin Covid-19 yang diberikan hingga saat ini sudah mencapai 5,5 miliar dosis. Namun, menurut WHO 80 persen distribusinya masih terpusat di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah.
“People’s Vaccine (aliansi global organisasi non-pemerintah yang terdiri dari Amnesty International, Frontline AIDS, Global Justice Now, dan Oxfam) melaporkan bahwa negara kaya dengan populasi hanya 14 persen penduduk dunia sudah menguasai 53 persen vaksin yang diproduksi delapan perusahaan farmasi terkemuka. Karenanya melalui WHO, Indonesia terus menyuarakan pentingnya keadilan distribusi vaksin Covid-19 agar negara-negara menegah kebawah bisa mendapatkan kemudahan dalam mengakses vaksin Covid-19,” terang Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menegaskan, pandemi Covid-19 harus menguatkan argumen pentingnya memperkuat kerjasama internasional dan mengedepankan mekanisme multilateral, untuk mengatasi berbagai persoalan global. Karenanya, komitmen menjalin sinergi dan kolaborasi senantiasa menjadi kata kunci.
“Menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia turut aktif memberikan bantuan kepada berbagai negara dunia. Antara lain, memberikan hibah 3.400 tabung oksigen dan 200 konsentrator oksigen untuk India. Serta memberikan bantuan kemanusiaan sebesar 200 ribu USD untuk rakyat Myanmar dalam mengatasi pandemi Covid-19,” terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, sebagai bagian dari warga dunia, kehidupan antar negara memang terpisahkan jarak dan sekat teritorial, serta diwarnai perbedaan latar belakang dan identitas budaya. Meskipun demikian, kita masih bisa terhubung dan disatukan oleh visi dan tujuan yang sama, yaitu mewujudkan tata kehidupan dunia yang tertib, damai dan harmonis.
“Kita menyadari bahwa perbedaan setiap negara dalam menyikapi kondisi dan fenomena global, sangat mungkin menimbulkan tensi, ketegangan, atau bahkan gesekan. Setiap negara pasti berpihak pada kepentingan nasional masing-masing. Keberpihakan terhadap kepentingan nasional suatu negara, boleh jadi beririsan dengan kepentingan nasional negara lain. Namun dengan mengedepankan dialog yang dilandasi prinsip saling menghormati, akan bermuara pada hadirnya solusi yang dapat diterima semua pihak,” pungkas Bamsoet. (*)