Fit and Proper Test Calon Dewan Pengawas KPK, Bamsoet Soroti Praktik Memamerkan Tersangka Sebelum Diadili
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menyoroti sekaligus meminta tanggapan calon Dewan Pengawas KPK terkait pengumuman suatu kasus pidana dalam konferensi pers yang selalu memamerkan tersangka beserta seluruh barang bukti yang disita. Bamsoet menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan asas praduga tak bersalah ataupun asas hukum universal dimana tersangka tersebut belum bisa dinyatakan bersalah, karena belum ada proses pengadilan.
“Ada kecenderungan akhir-akhir ini, aparat penegak hukum kerap melakukan cara-cara ini. Misalnya ketika press conference pengumuman seseorang tersangka, dipajang dengan seluruh barang bukti yang didapat. Dengan pengumuman yang belum mendapatkan kepastian hukum di pengadilan, itu sudah mematikan semua hak-hak perdata dan pembunuhan karakter orang tersebut. Sudah divonis bersalah, padahal belum dibuktikan di pengadilan,” ujar Bamsoet saat fit and proper test calon Dewan Pengawas KPK di Komisi III DPR RI Jakarta, Kamis (21/11/24).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini ini menjelaskan dalam sistem hukum, asas praduga tak bersalah merupakan pilar fundamental yang menegaskan bahwa setiap individu dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya di pengadilan. Prinsip ini tidak hanya berfungsi untuk menjaga keadilan, tetapi juga melindungi hak-hak individu tersangka.
“Ketika seorang tersangka dipamerkan di hadapan publik beserta barang buktinya, hal tersebut bukan hanya menciptakan dampak psikologis yang signifikan terhadap individu tersebut, tetapi juga berpotensi merusak reputasi dan harkat martabatnya. Penampakan ini bisa diartikan sebagai suatu vonis publik yang menilai bersalah tanpa adanya proses hukum yang formal. Setiap upaya untuk membela diri menjadi sia-sia karena opini publik telah terbentuk berdasarkan informasi yang dipublikasikan. Padahal untuk barang buktipun harus dibuktikan dulu di pengadilan. Apakah barang bukti dan alat bukti itu benar-benar terkait dengan pokok perkara dan didapatkan melalui cara yang sesuai dengan hukum atau sebaliknya,” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Waketum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, tindakan tersebut juga melanggar asas universal yang menekankan pentingnya proses peradilan yang adil. Tersangka memiliki hak untuk diadili di pengadilan dan untuk membela diri atas tuduhan yang dihadapi. Namun, dengan adanya pengumuman yang menampilkan bukti tersebut, pihak penegak hukum secara tidak langsung telah mengurangi kemungkinan mendapatkan keadilan yang seimbang. Pengaruh media dan opini publik dapat menyebabkan stigma yang mendalam, membuat tersangka sulit untuk mendapatkan keadilan yang tepat di dalam ruang sidang.
“Selain itu, konferensi pers yang memperlihatkan tersangka dan barang bukti dapat menghasilkan dampak psikologis yang mendalam bagi tersangka. Pemberitaan media atas identitas dan penampilan tersangka, sering kali membuat mereka menjadi korban publikasi negatif yang bisa berujung pada gangguan psikologis dan sosial. Situasi ini seharusnya menjadi perhatian bagi pihak yang bertanggungjawab dalam penegakan hukum agar tidak melanggar martabat tersangka sebagai manusia,” pungkas Bamsoet. (*)