JAKARTA – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menegaskan Indonesia perlu segera memiliki Undang-Undang Keamanan Siber untuk memperkuat ketahanan siber Indonesia. Terlebih, perkembangan teknologi digital yang sangat pesat dapat mengancam keamanan, pertahanan dan kedaulatan Indonesia. Selain, memunculkan kemungkinan timbulnya peperangan generasi kelima, berupa peperangan siber di dunia digital.
“Insiden ‘blue screen of death’ beberapa hari lalu harus menjadi perhatian pemerintah dan DPR untuk memperkuat keamanan siber Indonesia. Perusahaan keamanan siber CrowdStrike asal Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8,5 juta perangkat komputer yang menggunakan windows terkena dampak. Sejumlah layanan publik di berbagai negara juga mengalami gangguan serentak secara massal. Sehingga mengakibatkan kerugian material dan immaterial yang tidak sedikit,” ujar Bamsoet di Jakarta, Rabu (24/7/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum & Keamanan ini menilai Indonesia masih rentan dengan serangan siber, seperti malware, ransomware, phishing, dan serangan DDoS. Pada Juni lalu, Server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) terkena serangan siber berjenis ransomware dengan nama braincipher ransomware. Mengakibatkan lebih dari 40 lembaga di Indonesia, termasuk kementerian, terdampak oleh serangan siber pada PDNS selama beberapa hari. Penyerang meminta uang tebusan sebesar $8 juta.
“Ransomware tersebut adalah pengembangan terbaru dari ransomware Lockbit 3.0, LockBit 3.0 sendiri merupakan kejahatan terorganisasi ransomware yang memiliki motivasi uang. Kelompok ini menyebarkan 928 postingan leak sites atau 23 persen dari keseluruhan serangan di dunia, termasuk di Asia Pasifik. Pada Mei 2023, kelompok ini juga berhasil melumpuhkan sistem Bank Syariah Indonesia serta mencuri data nasabah dan mempostingnya di darkweb,” kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, Indonesia menempati posisi kedelapan negara di dunia dengan jumlah kasus kebocoran data tertinggi di internet, serta menjadi negara dengan tingkat pembobolan data terbanyak se-Asia Tenggara. Laporan perusahaan keamanan siber Kaspersky menyebutkan selama Januari hingga Maret 2024 terjadi hampir 6 juta ancaman serangan siber di Indonesia.
‘Indeks pertahanan siber Indonesia juga masih sangat lemah, berada di kisaran 3,46 poin, jauh dari indeks rata-rata global sebesar 6,19 poin. Sebagai data pembanding, National Cyber Security Index (NCSI) juga mencatat nilai keamanan siber di Indonesia sebesar 64 persen, menempati urutan ke-47 secara global,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, bangsa Indonesia juga harus siap mengantisipasi dampak yang timbul dari perang generasi kelima. Bukan tidak mungkin, suatu negara dengan kekuatan siber yang dikendalikan dari jauh, dapat melumpuhkan objek vital negara lainnya. Seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional alutsista militer.
“Melalui serangan siber, sebuah negara bisa membuat jaringan telekomunikasi dan internet di negara lain mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan. Bahkan bukan tidak mungkin, alat tempur yang kita miliki, bisa dikendalikan dari luar negeri untuk melakukan serangan ke negara kita sendiri,” pungkas Bamsoet. (*)