JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendorong Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) dibawah kepemimpinan Erik Hidayat untuk bekerja keras melahirkan lebih banyak pengusaha menengah-kecil agar dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional. Mengingat hingga saat ini, jumlah pengusaha menengah-kecil masih menjadi memprihatinkan. Sebagai contoh, pengusaha nasional Ciputra pernah mengungkapkan dari 50 pengusaha properti di Indonesia, hanya 1 dari pribumi.
Data lain diungkapkan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 sekaligus tokoh pengusaha nasional Jusuf Kalla, dari 10 orang terkaya di Indonesia, hanya 1 pribumi. Data lain dari Prof. Didin Damanhuri mencatat, Indonesia hanya memiliki 9 pengusaha pribumi yang masuk dalam Top 50 Daftar Orang Terkaya Indonesia. Dari 50 orang terkaya tersebut, nilai total kekayaan bersih mencapai USD 102,2 miliar atau sekitar Rp 1.582,67 triliun. Sementara total kekayaan 9 pengusaha pribumi hanya mencapai USD 11,3 miliar atau 11,1 persen.
“Gambaran berbagai data tersebut bukanlah untuk menguatkan sentimen dan dikotomi antara pribumi dan non pribumi, karena setiap pelaku ekonomi memiliki peran dan kontribusi yang sama dalam memajukan perekonomian nasional. Gambaran di atas justru harus menjadi pelecut semangat bagi para pengusaha pribumi untuk mengoptimalkan implementasi sistem ekonomi kerakyatan yang menjadi pondasi perekonomian nasional,” ujar Bamsoet dalam Pelantikan Dewan Pengurus Pusat HIPPI, di Jakarta, Senin (20/5/24).
Turut hadir antara lain, Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Koordinator Bidang Organisasi, Hukum dan Komunikasi Yukki Nugrahawan, Ketua Dewan Penasehat DPP HIPPI Suryo B. Sulisto, Ketua Dewan Pertimbangan DPP HIPPI Suryani Sidiq Motik, dan Ketua Umum DPP HIPPI Erik Hidayat.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dukungan terhadap pengusaha pribumi sangat diperlukan. Sehingga bangsa Indonesia bisa seperti berbagai negara maju lain. Misalnya di Turki, dari 10 pengusaha, 9 di antaranya berasal dari Turki. Sementara di Arab Saudi, dari 10 pengusaha, seluruhnya berasal dari Arab Saudi.
Masih kurang optimalnya keberadaan pengusaha pribumi, tidak lepas dari fakta sejarah. Harus diakui ada paradigma bahwa pribumi selalu identik dengan keterbelakangan. Hal ini tidak lepas dari propaganda pemerintah kolonial yang menerapkan kebijakan segregasi (pemisahan) rasial, dengan menempatkan penduduk pribumi sebagai warga kelas tiga. Penduduk Eropa yang berasal dari Belanda menjadi warga kelas satu, sementara penduduk pendatang sebagai warga kelas dua.
“Selama berabad-abad kita dijajah oleh Belanda, pembagian kelas sosial yang memarginalkan penduduk pribumi telah menjadi paradigma yang sulit untuk dihilangkan. Karena itu, hari ini pada pelantikan Pengurus DPP HIPPI yang bertepatan dengan peringatan hari kebangkitan nasional, saya mengajak segenap keluarga besar pengusaha pribumi untuk bangkit mendobrak ‘mental inlander’ yang diwariskan oleh pemerintah kolonial Belanda selama berabad-abad lamanya,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, salah satu faktor kunci untuk membangun ketahanan perekonomian nasional adalah mendorong terwujudnya ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan secara eksplisit pernah dinarasikan dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN yang menegaskan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan.
Secara implisit, UUD NRI Tahun 1945 pasal 33 mengisyaratkan bahwa sistem perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan ekonomi kedaulatan rakyat, dimana konsep kebersamaan dan gotong royong menjadi landasan dalam penerapan ekonomi kerakyatan.
“Dalam konteks implementasi ekonomi kerakyatan inilah, pengusaha pribumi memiliki peran sentral. Karena ekonomi kerakyatan berbasis pada aktivitas ekonomi pada skala mikro, kecil dan menengah (UMKM), di mana sebagian besar UMKM didominasi oleh pengusaha pribumi. UMKM adalah sendi perekonomian nasional yang telah berkontribusi pada 60,5 persen PDB dan menyerap 96,9 persen tenaga kerja nasional,” pungkas Bamsoet. (*)