Hasil Voting Komisi III DPR, Bamsoet Nilai Komposisi Pimpinan KPK Periode 2024-2029 Solid dan Kuat
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo optimistis pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 yang baru terpilih dalam fit and proper test calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI bisa menunjukan kelasnya. Komposisi pimpinan KPK dinilai kuat dan solid, karena terdiri dari 1 unsur petahana (kesinambungan), 1 polisi, 1 jaksa, 1 hakim dan 1 auditor.
“Komposisi pimpinan KPK kali ini sangat kuat. Unsur yang masuk didalamnya cukup komplit. Ada perwakilan petahana, polisi, jaksa, auditor dan hakim. Saya rasa ini komposisi paling kuat. Kita harapkan setelah dilantik nanti, para pimpinan KPK bisa bekerja cepat sesuai dengan amanat undang-undang,” ujar Bamsoet usai Rapat Pleno Komisi III DPR Pemilihan Pimpinan KPK di Gedung Parlemen Jakarta, Kamis (21/11/24).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini ini menjelaskan, Komisi III DPR RI memilih lima orang pimpinan KPK dari 10 orang yang mengikuti fit and proper test. Kelima pimpinan KPK yang terpilih adalah Setyo Budiyanto (Irjen Kementan), Fitroh Rohcahyanto (mantan Direktur Penuntutan KPK), Ibnu Basuki Widodo (hakim Pengadilan Tinggi Manado), Johanis Tanak (Wakil Ketua KPK periode 2019-2024) serta Agus Joko Pramono (Wakil Ketua BPK periode 2019-2023). Dari kelima pimpinan tersebut, Setyo Budiyanto terpilih sebagai Ketua KPK.
“Banyak pekerjaan rumah yang sudah menunggu diselesaikan oleh pimpinan KPK yang baru. Tunggakan perkara yang belum usai di KPK periode sebelumnya sudah menumpuk. Setidaknya terdapat 18 kasus besar yang merugikan negara cukup besar. Salah satunya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum dan Keamanan ini menjelaskan, saat ini ada puluhan tersangka yang sudah bertahun, bahkan puluhan tahun, belum bisa dibawa ke pengadilan. Bahkan, ada yang sampai meninggal dengan status tersangka. Artinya, nasib para tersangka tersebut terkatung-katung. Hal tersebut jelas tidak adil bagi para tersangka.
“KPK kedepan juga harus untuk lebih serius memperhatikan kasus korupsi besar diatas Rp 1 miliar. Biarkan kasus-kasus korupsi dibawah Rp 1 miliar ditangani kepolisian dan kejaksaan dengan pengawasan dari KPK. KPK harus kembali ke khitahnya seperti awal pembentukan, yaitu untuk mengungkap kasus-kasus korupsi besar atau grand corruption, sehingga aset recovery yang dikembalikan juga bisa mencapai jumlah yang besar,” pungkas Bamsoet. (*)