Jadi Co-Promotor Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Bamsoet Dorong Pembaharuan Perundangan Tentang Senjata Api

27
Aug

Jadi Co-Promotor Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Bamsoet Dorong Pembaharuan Perundangan Tentang Senjata Api

JAKARTA – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) Bambang Soesatyo mengungkapkan jumlah pemilik izin khusus senjata api bela diri di Indonesia diperkirakan mencapai 27 ribu orang. Menunjukan bahwa jumlah senjata api beladiri yang ada di masyarakat juga mencapai ribuan pucuk. Sehingga perlu adanya pembaharuan peraturan perundangan terkait senjata api. Mengingat sampai saat ini masih diatur dalam UU No.8/1948, UU Darurat No.12/1951, dan Perppu No.20/1960. Berbagai ketentuan tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan jiwa bangsa saat ini.

Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Pertahanan RI (UNHAN), Universitas Jayabaya dan Pendiri Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) ini menambahkan, peraturan turunan dari berbagai Undang-Undang tentang Senjata Api tersebut yakni Peraturan Kepolisian No.1/2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Standar Polri, Senjata Non organik TNI/Polri Termasuk Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api. Didalamnya mengatur tentang perizinan senjata api olahraga, beladiri serta untuk pelaksana tugas kepolisian. Namun teknis tentang penggunaannya untuk bela diri, belum diatur secara rinci.

“Sehingga perlu ada pembaharuan peraturan perundang-undangan senjata api yang diatur hanya dalam satu undang-undang saja. Didalamnya selain mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan, juga mengatur tentang penegakan hukum. Khususnya mengatur mengenai delik tindak pidana senjata api agar berbagai istilah yang digunakan tidak berbeda pengertian, serta rumusan delik tidak saling tumpang tindih,” ujar Bamsoet usai menjadi co-Promotor dan penguji disertasi Kompol Agusetiawan dengan judul penelitian ‘Rekonstruksi Penegakan Hukum Pidana Dalam Pemidanaan Penyalahgunaan Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api’ di kampus Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa (27/8/24).

Hadir antara lain, Rektor Universitas Borobudur Prof. Bambang Bernanthos, Direktur Pascasarjana sekaligus Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur Prof. Faisal Santiago, serta Promotor Prof. Dr. Suparji Ahmad. Hadir pula para penguji lainnya yakni Prof. Henny Nuraeni dan Suhardi Somomoeljono.

Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, setelah adanya pembaharuan undang-undang, barulah kemudian diatur kembali pengaturan pelaksanaan teknis lebih lanjut dalam peraturan turunannya. Misalnya Peraturan Pemerintah atau Keppres oleh presiden, Permen oleh menteri, atau dalam bentuk Peraturan Kepolisian oleh Kapolri.

“Pembaharuan peraturan perundangan dan peraturan turunannya sangat penting agar didalamnya juga memuat ketentuan yang bersifat khusus dan spesifik tentang hak dan kewajiban pemilik senjata api. Termasuk tentang tata cara penggunaan dan mekanisme penegakan etika dan pengawasan terhadap pemilik izin khusus senjata api bela diri,” jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga sipil adalah untuk keperluan membela diri baik keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri sendiri atau orang lain. Hal ini menurut hukum dibenarkan hanya dalam keadaan tertentu yakni keadaan bela paksa (noodweer), bela paksa berlebih (noodweer excess) maupun keadaan darurat (overmacht) sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Namun ketentuan lebih lanjut tentang teknis kapan seorang pemilik izin khusus senjata api beladiri bisa menggunakan senjata apinya, serta seperti apa tahapan penggunaannya misal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan sampai saat ini belum ada. Begitupun dalam hal penegakan hukum, penggunaan senjata untuk tindakan peringatan terlebih dahulu dengan tembakan peluru hampa/kosong, peluru karet, hingga mengunakan peluru tajam.

“Sehingga seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak. Baik dari sisi pemilik izin khusus senjata api beladiri maupun dari sisi aparat penegak hukum. Karena itu, pembaharuan peraturan perundang-undangan tentang senjata api yang mengatur dari hulu sampai hilir tentang pengaturan kepemilikan, penggunaan, hingga penegakan hukumnya, sangat diperlukan,” pungkas Bamsoet. (*)

Leave a Reply