Site icon Bambang Soesatyo

Ketua DPR Minta Komisi II Cepat Selesaikan RUU Pertanahan!

Rmol.com – Ketua DPR Bambang Soesatyo menghendaki RUU Pertanahan segera rampung. Makanya, dia mendorong Komisi II, yang bertugas menggarap RUU ini, segera melakukan pembahasan bersama pemerintah.

RUU Pertanahan sudah masuk dalam Daftar Prioritas Tahun 2018 yang disahkan di Rapat Paripurna DPR 5 Desember 2017.

RUU ini muncul sebagai lex specialis derogat legi generalis atau hukum yang bersifat khusus menyampingkan hukum yang bersifat umum dari UU Nomor 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.

“Saya mendorong Komisi II DPR untuk segera merumuskan permasalahan dalam DIM (Daftar Inventaris Masalah). Perumusan DIM tersebut jangan mengubah asas dan prinsip dari Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria. Diharapkan (DIM itu) dapat menambah dan menajamkan beberapa poin serta menyelaraskannya dengan kebutuhan masyarakat,” ucap politisi yang akrab disapa Bamsoet ini, Selasa (9/10).

Dia juga mendorong Komisi II bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) segera mengkaji persoalan yang sering menimbulkan konflik.

Di antarnya, masalah pendaftaran tanah, prioritas hak atas tanah, dan penyelesaian konflik agraria dan reforma agraria. Termasuk juga mengenai kawasan pesisir, mengingat tanah memiliki fungsi ekonomi, fungsi sosial, politik, budaya, dan spiritual.

Selanjutnya, Bamsoet mendorong Komisi II bersama Kementerian ATR/BPN merumuskan reforma agraria.

“Reforma agraria yang bukan hanya soal sertifikasi. Tapi juga menyelesaikan konflik-konflik agraria. Hal ini mengingat masih ada masyarakat kesulitan dalam memperjuangkan hak-haknya, salah satunya karena bukti kepemilikan tanah,” tandasnya.

Komisi II sebenarnya sudah mulai menggarap RUU itu. Namun, memang belum sampai ke penyusunan DIM.

Pekan lalu, Komisi II menggelar rapat dengan mengundang tiga ahli untuk meminta pandangan mereka menggenai RUU Pertanahan dan UU Pokok-Pokok Agraria.

Tiga ahli itu adalah Prof Arie Sukanti Hutagalung (Universitas Indonesia), Prof Ida Nurlinda (Universitas Padjadjaran), dan Prof Budi Mulyanto (Institut Pertanian Bogor).

Dalam penjelasannya, Prof Ida Nurlinda menyatakan bahwa tidak ada UU yang sakral. Sebab, UUD 1945 saja bisa diamandemen. Makanya, UU Pokok-Pokok Agrarias juga bisa diutak-atik. Hanya saja, tidak boleh semuanya direvisi. Hal-hal yang memiliki nilai historis dan sakral, perlu dipertahankan.

“Kalau boleh saya berpendapat, Pasal 1 sampai dengan Pasal 15 (UU Pokok-Pokok Argraria) jangan diamandemen. Karena itu adalah prinsip asas. Jadi, kalau ingin diubah, mulai dari Pasal 16 ke selanjutnya,” jelas Prof Ida.

Prof Budi Mulyanto menyampaikan bahwa semangat populis UU Pokok-Pokok Agraria mulai direduksi menjadi semangat investasi. Hal ini seiring dengan munculnya UU Penanaman Modal yang dianggap tidak mengkonsideran UU Pokok-Pokok Agraria.

Prof Budi Mulyanto menambahkan, ada paradigma terkait pembuatan Undang-Undang tentang tanah atau sumber daya alam, yakni ada penguasaan kepemilikan, dan penggunaan pemanfaatan. Oleh karenanya, ia menyatakan perlu adanya pemahaman yang lebih komprehensif terkait hal tersebut.

Exit mobile version