Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan peran pemuda dalam mengubah nasib dan arah bangsa Indonesia sangatlah besar. Peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Aksi Mahasiswa tahun 1966, hingga Reformasi tahun 1998 semuanya digerakkan oleh kaum muda progresif.
“Akan sangat disayangkan jika peran strategis pemuda dalam berbagai perubahan besar yang selama ini tercatat dalam tinta emas sejarah, malah tereliminir karena aktivitas negatif ataupun terlena akibat berada di zona aman. Bahkan menjadi petaka sosial jika pemuda menjadi penyebab perpecahan bangsa, terlibat penyalahgunaan obat-obat terlarang, terjangkiti penyakit radikalisme, intoleransi hingga terlibat aktivitas terorisme,” ujar Bamsoet saat mengisi acara Temu Raya Gerakan Pemuda GPIB, ‘Pemuda Penggerak Keadilan dan Perdamaian’, di Depok, Jumat (26/10/18).
Politisi Partai Golkar ini tak menafikan bahwa sebuah perubahan seringkali membawa dampak yang tak nyaman bagi kaum muda yang menikmati posisi dalam zona nyaman. Tetapi, perubahan adalah keniscayaan. Dari mulai penemuan baru, perkembangan ilmu dan pengetahuan hingga perputaran roda zaman, semuanya terus mengalami perubahan.
“Siapapun yang tak bergerak dalam perubahan, maka ia sedang bersahabat bersama kemandegan, kejenuhan dan keterbelakangan. Sesungguhnya perubahan, tidak hanya mengandung bahaya yang menantang, tetapi juga peluang yang besar. Karena itu, kaum muda tak boleh hanya berdiam diri saja. Jadilan kaum yang selalu mempelopori perubahan,” ujar Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini memaparkan, pelbagai jajak pendapat menunjukkan kalangan muda terdidik dari kelompok mahasiswa kini rentan terhadap paham radikalisme. Pada 2017 lalu, penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan 39 persen mahasiswa di kampus-kampus besar di 15 provinsi di seluruh Indonesia memiliki ketertarikan pada paham radikal.
Data lain yang dilansir Wahid Institute juga menyebutkan 11 juta orang bersedia melakukan tindakan radikal, 0,4 persen penduduk Indonesia pernah bertindak radikal dan 7,7 persen mau bertindak radikal jika memungkinkan.
“Aksi-aksi kekerasan dan radikalisme sejatinya menjauhkan diri dari nilai-nilai luhur kemanusiaan. Atas nama apapun, aksi tersebut tak bisa ditolerir. Harus kita cegah dan tanggulangi bersama,” imbuh Bamsoet.
Legislator Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini juga mengingatkan para pemuda agar mewaspadai banyaknya hoax yang beredar di linimasa media sosial. Tak jarang, berita hoax tersebut menjadi penyulut tindakan radikal yang merusak nilai kemanusiaan.
“Kedamaian di bumi Pertiwi harus diperjuangkan anak-anak muda dengan kreatif, berdaya cipta tinggi, unggul dan memiliki etos kerja kuat untuk kehidupan yang bermartabat. Karena sejatinya pemuda adalah pemangku peradaban masa yang luhur,” pungkas Bamsoet. (*)