KEBUMEN – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendukung berkembangnya batik Kebumen yang khas dengan kesahajaan bernuansa warna gelap dan muda. Kekhasan tersebut tak terlepas dari kultur masyarakat dan kondisi geografis Kabupaten Kebumen yang berada di lereng bukit yang dekat dengan pantai.
“Kombinasi lereng bukit dan pantai inilah yang membuat batik Kebumen sangat unik. Motifnya tak lepas dari unsur alam seperti flora, fauna, bunga, dan dedaunan. Dengan pewarnaan yang muda sebagaimana batik khas daerah pesisir seperti di Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Tuban, Sidoarjo, sampai Madura,” ujar Bamsoet saat mengunjungi sentra batik Sekar Jagat di Kecamatan Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (26/02/19).
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menuturkan, sentra kerajinan batik seperti Sekar Jagat, selain menjaga kelestarian batik juga punya multiplier effect terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Di Sekar Jagat misalnya, mampu mempekerjakan sekitar 20 pengrajin di workshop dan 50 pengrajin binaan di sekitar wilayah workshop.
“Karena batik adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia, maka kita harus membeli dan memakainya. Jangan malah membeli dan memakai batik printing impor asal China yang banyak dijual di pasaran, karena akan membuat usaha pengrajin gulang tikar,” tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, pada 2 Oktober 2009 United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) telah menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi, karena kaya dengan simbol dan makna filosofi kehidupan rakyat Indonesia. Penilaian UNESCO lebih kepada proses pembuatannya, dari mulai pembuatan malam (lilin), pewarnaan, sampai pelepasan lilin dari kain.
“Batik khas Indonesia berbeda dengan batik printing asal China yang langsung dicetak mesin, tanpa proses filosofis dalam proses pengerjaannya. Jika dunia melalui UNESCO saja sudah mengakui batik Indonesia, masa kita malah membeli dan memakai batik printing asal China? Ironis sekali,” jelas Bamsoet.
Untuk menggeliatkan usaha batik, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini mengarahkan para pengrajin batik mengakses fasiltas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan pemerintah, dengan bunga yang sangat kecil, sekitar 7 persen. Sejak diluncurkan pada 2015, tercatat sampai dengan tahun 2018 sudah ada 13,8 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menikmati KUR dengan total kredit mencapai Rp 333 triliun.
“Tak hanya dari permodalan, pemerintah bersama DPR RI juga menggenjot pemasaran agar batik bisa memperluas pasar ekspor. Tahun 2017, ekspor batik dan produk batik mencapai USD 58,46 juta atau sekitar Rp 818,44 miliar, dengan negara tujuan utama ke Jepang, Eropa dan Amerika,” urai Bamsoet.
Lebih jauh Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menyampaikan, potensi ekspor pasar batik masih luas sekali. Berbagai promosi terus dilakukan oleh pemerintah bersama DPR RI, dari mulai mengikuti event pariwisata dan industri kerajinan internasional, sampai dengan pemberian souvenir kain batik untuk para tamu negara. Semua dilakukan untuk lebih mengenalkan batik ke dunia internasional.
“Walaupun potensi ekspor sangat tinggi, namun pasar domestik juga tidak boleh dilupakan. Sebelum dunia internasional bangga memakai batik, bangsa Indonesia terlebih dahulu harus menunjukan kebanggaannya terhadap batik. Caranya, dengan membeli dan memakainya disetiap kesempatan,” pungkas Bamsoet. (*)