JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendorong mahasiswa sebagai bagian dari kaum intelektual untuk terus menjadi penggerak pemberantasan korupsi. Karenanya, dalam aktifitas perkuliahan harus senantiasa mencerminkan semangat anti korupsi dalam hal apapun. Semisal, tidak menitip absen atau mengerjakan tugas kuliah dengan menjiplak hasil karya orang lain.
“Belajar di kampus sebagai jenjang akhir pendidikan resmi, mahasiswa tidak boleh lepas dari belajar tanggungjawab dan percaya terhadap kemampuan diri sendiri. Ini sebagai bekal menghadapi pertarungan di dunia kerja. Jika sudah jujur terhadap perkara kecil, akan jujur pula terhadap perkara yang besar,” ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker pada Seminar Nasional dalam rangka memperingati hari lahir Spesialisasi Mahasiswa Anti Korupsi (SIMAK) ke-8 di Auditorium Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI, Jakarta, Senin (28/01/19).
Turut menjadi pembicara antara lain Anggota Komisi III DPR RI Muslim Ayub, Bagian Hukum BIN Brigjen Pol Abdurrahim, Kasubdit 2 Dittipikor Bareskrim Polri Kombes Pol Sigit Widodo, Dikyanmas KPK Dotty Rahmatiasih, Divisi Penggalangan Dana dan Kampanye ICW Tibiko Zabar Pradono dan tokoh wanita Papua Roseline Irene Rumaseuw.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini mengapresiasi kehadiran SIMAK yang sudah menginjak usia ke-8 tahun. Perjalanan satu windu tersebut tentu sudah menghasilkan banyak hal dalam diri para anggota maupun sesama mahasiswa.
“SIMAK tidak boleh hanya berhenti pada usia satu windu. Namun, harus menembus lebih dari satu dekade. Sehingga bisa terus membangun budaya antikorupsi, bukan hanya di lingkungan kampus melainkan juga di kehidupan masyarakat secara luas,” pesan Bamsoet.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi bisa dikelompokan dalam empat cluster. Antara lain di lingkungan keluarga, lingkungan kampus, masyarakat sekitar, serta ditingkat lokal dan nasional. Lingkungan keluarga dipercaya menjadi tolak ukur pertama dan utama bagi mahasiswa agar bisa menguji apakah proses internalisasi antikorupsi di dalam diri mereka sudah terjadi.
“Terlepas dari keempat cluster tadi, ada hal yang penting. Yaitu menjaga diri masing-masing dari berbagai tindakan tercela, salah satunya korupsi. Dengan demikian mahasiswa bisa menjadi pribadi yang tidak hanya pintar secara intelektual, namun juga bagus dalam moral,” tutur Bamsoet.
Selain memperkuat jati diri mahasiswa, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyinggung hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena pada ujungnya, pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya dalam menyejahterakan rakyat.
“Beberapa hal penting yang perlu dilakukan pemerintah, antara lain memperkuat mekanisme kelembagaan dan kerja sama antar lembaga penegak hukum dalam rangka mengoptimalkan proses penegakan hukum terhadap tipikor, memperkuat sarana pendukung berbasis teknologi informasi untuk koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam penanganan kasus dan proses peradilan (e-law enforcement), serta penerapan zero tolerance pada tipikor dan sanksi hukum yang lebih tegas di semua strata pemerintahan (eksekutif-legislatif-yudikatif),” pungkas Bamsoet. (*)