JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera menyelesaikan konflik agraria seluas 370 hektar antara Kesultanan Kutai Kertanegara dengan PT Pupuk Kaltim. Gugatan dari masyarakat tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan digantung begitu saja, harus segera diberi kejelasan kedudukan hukum atas tanah tersebut.
“Masalah ini sudah pernah dibahas di Komisi II DPR RI periode 2009-2014 dengan mengeluarkan rekomendasi Surat Nomor AG/426/KomII/X/2014, tanggal 19 September 2014. Antara lain meminta BPN melakukan pengukuran manual serta melakukan penetapan dan pengambilan batas lokasi dan luas pada sertifikat HGB No.10, HGN No.65, dan HGB No.673 sesuai dengan bukti-bukti perolehan tanah,” ujar Bamsoet saat menerima Sultan Kutai Kartanegera XXI Sultan Aji Muhammad Arifin, di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Kamis, (07/02/19).
Turut hadir serta pengurus Majelis Perjuangan Rakyat antara lain Jamian Ali Bethan, H.M. Edward Azam, Alimin Yunus, Allamsyah, Osias Yeremias, Sutaji, Soge Yosef, Dominikus Pulung, Heriansyah, dan Ramli Lessy. Sedangkan Ketua DPR RI didampingi Ketua Komisi III DPR RI Kahar Muzakir, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaedi Mahesa, Anggota Komisi II DPR RI Melda Addriani dan Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, Komisi II DPR RI akan segera memanggil kembali Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta BPN. Sehingga pihak Kesultanan Kutai Kertanegara bisa memperlihatkan seluruh bukti-bukti sejarah kepemilikan atas tanah tersebut. Dengan demikian bisa kembali menguatkan rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh Komisi II DPR RI periode 2009-2014 lalu.
“Karena masalah ini kental dengan aroma penyerobotan lahan oleh perusahaan, setelah dari Komisi II DPR RI akan dilanjutkan pembahasannya di Komisi III DPR RI yang menangani penegakan hukum, HAM, dan keamanan,” tutur Bamsoet.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menambahkan, selain mengadukan ke DPR RI, Kesultanan Kutai Kertanegara dan masyarakat juga bisa menempuh proses hukum secara langsung dengan melapor ke pihak kepolisian. Sehingga bisa ada kejelasan di mata hukum.
“Semua perselisihan dalam bentuk apapun, jika nantinya tidak ditemui jalan keluar secara musyawarah, maka harus dibawa ke muka hukum. Melalui jalur hukum masyarakat bisa mendapatkan keadilan,” terang Bamsoet.
Menyikapi masalah konflik agraria, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memandang perlunya penyelesaian RUU Pertanahan. Bentuk pengaturan yang menyangkut pertanahan memang sudah ada di UU No. 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, namun bentuknya masih terlalu umum (lex generalis). Sehingga perlu ada pengaturn lebih lanjut sebagai lex spesialis.
“Draf RUU Pertanahan sudah selesai di DPR RI. Pemerintah juga sudah mengajukan daftar inventarisasi masalah yang sudah dibahas di DPR RI. Kita berharap nantinya RUU ini akan menjadi payung hukum mengenai proses pendaftaran tanah, sertifikasi hak atas tanah, prioritas hak atas tanah, serta prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik agraria,” pungkas Bamsoet. (*)