JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi penyelenggaraan event ”Festival Indonesia Raya” yang dikolaborasikan dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Festival Indonesia Raya merupakan bagian dari rangkaian peringatan hari jadi yang ke 1.273 Kota Salatiga.
Merujuk legasi sejarah berupa prasasti Plumpungan, Salatiga didirikan pada 24 Juli 750. Di lingkup wilayah, Salatiga adalah kota tertua di Pulau Jawa; dan di lingkup nasional, Salatiga menjadi kota tertua nomor dua setelah Palembang.
“Kota Salatiga menjadi istimewa bukan hanya karena kematangan usianya dan keramahtamahan penduduknya, melainkan juga karena untuk ke-sekian kalinya, Salatiga dinobatkan sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia. Berdasarkan laporan Indeks Kota Toleran Tahun 2022 yang dirilis Setara Institute, Kota Salatiga menempati urutan kedua kota paling toleran se Indonesia, setelah Singkawang, Kalimantan Barat,” ujar Bamsoet saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dalam rangka Festival Indonesia Raya, secara virtual dari Jakarta, Sabtu (26/8/23).
Turut hadir antara lain, Ketua DPD RI Lanyalla Mahmud Mattalitti, Penjabat Walikota Salatiga Sinoeng Noegroho Rachmadi, Gubernur LEMHANNAS Andi Widjajanto, Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Ermaya Suradinata, serta Rektor Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Prof. Intiyas Utami.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, predikat sebagai kota toleran tidak terlepas dari fakta bahwa di Salatiga, sikap saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama sudah begitu membumi. Antara lain termanifestasi pada keberadaan rumah ibadah beda agama yang dapat berdiri berdampingan.
“Salatiga juga menjadi kota yang inklusif, membuka diri pada para pendatang, utamanya para mahasiswa dari daerah lain yang ingin menuntut ilmu di Universitas Kristen Satya Wacana. Sikap inklusivitas ini menjadikan Salatiga dikenal sebagai ‘Indonesia mini’, sebuah kota multi-kultural yang ditempati oleh sekitar 39 suku dengan masing-masing adat budayanya,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, menyikapi dinamika kebangsaan yang semakin kompleks dan terus berkembang, penting untuk mengangkat kembali kesadaran wawasan kebangsaan dari segenap elemen bangsa. Khususnya generasi muda dan kelompok usia produktif yang saat ini mendominasi komposisi demografi di Indonesia.
“Terlebih setelah 25 tahun menjalani reformasi, kita juga perlu melakukan evaluasi perjalanan kehidupan kebangsaan. Terutama mengenai wawasan kebangsaan yang harus senantiasa dimasifkan sebagai cara pandang yang bersifat holistik. Sehingga kita bisa selalu memaknai kemajemukan suku, adat budaya, agama, dan berbagai keberagaman yang kita miliki, sebagai kekayaan dan kekuatan sumberdaya yang harus kita rawat bersama,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, selain memasifkan Empat Pilar MPR RI, MPR RI juga terus mengembangkan forum komunikasi dan kajian strategis “Implementasi dan Tantangan Konstitusi Menuju Indonesia Maju 2045”, sebagai proyeksi tindak lanjut agenda reformasi. Antara lain terkait dengan tatanan kehidupan yang berbasis keberagaman dan keberagamaan serta perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara.
“Ditambah pengembangan wawasan kebangsaan dan penerapan desentralisasi yang bernafaskan persatuan serta pelembagaan demokrasi yang berbasis kerakyatan serta tata kelola pemerintahan yang baik. Serta perwujudan keadilan sosial melalui pelaksanaan negara kesejahteraan Indonesia,” pungkas Bamsoet. (*)