JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung rencana pagelaran fashion show, ‘Keindahan Karya Kain. Tenun dan Batik Ku Indonesia’, oleh Dian Natalia Assamady. Fashion show terselenggara atas undangan Walikota San Polo, Italia dalam memperingati ulang tahun Republik Italia ke-78. Sekaligus didukung KBRI Roma – Italia untuk memperingati 75 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia – Italia.
“Tidak banyak yang tahu bahwa tekstil tradisional khas nusantara bukan hanya batik. Bahkan tidak jarang banyak yang salah paham menyamakan batik dengan tenun. Event ini menjadi sarana promosi yang efektif dalam mengenalkan kain tenun Indonesia ke dunia,” ujar Bamsoet usai menerima Dian Natalia Assamady, di Jakarta, Selasa (23/4/24).
Turut hadir antara lain, Puteri Indonesia 2024 Latissa Maura, dan Puteri Indonesia 2020 dr. Clara yang juga akan ikut dalam pagelaran fashion show Keindahan Karya Kain.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dari 34 provinsi di Indonesia, masing-masing punya corak dan keragaman yang membedakan tenun salah satu provinsi dengan provinsi lainnya. Bahkan di setiap daerah dalam satu provinsi, juga punya ciri khas masing-masing. Menunjukan betapa kebudayaan tenun Indonesia tiada batasnya, sehingga layak mendapat pengakuan dunia.
“Event ini juga bisa mendorong bangsa Indonesia menghargai dan melestarikan kekayaan khazanah tekstil nusantara, sehingga bisa menjaga warisan budaya bangsa dari kepunahan,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, kain tenun sebagaimana juga batik, punya kekuatan budaya yang luar biasa. Baik dari nilai sejarah, teknik tinggi dari segi warna, motif, jenis bahan dan benang yang digunakan, maupun beragamnya corak dan ciri khas yang diproduksi dari setiap daerah. Batik dan tenun bukan hanya telah menjadi identitas dan jati diri bangsa, namun juga menjadi kebanggaan dan kekayaan nasional.
“Jika tidak dimasyarakatkan dari sekarang, pelan-pelan keberadaan tenun bisa dimakan sejarah. Padahal tenun, sebagaimana juga batik, bisa dipadankan dengan trend berbusana masa kini, tanpa menghilangkan nilai sakral yang terkandung di dalamnya,” pungkas Bamsoet. (*)