Ketua MPR RI Bamsoet Luncurkan Buku ke-23 ‘Indonesia Era Disrupsi; Utak Atik Politik Negara di Era Disrupsi dan Pandemi’
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan buku terbaru sebagai buku ke-23 yang ditulisnya bertajuk ‘Indonesia Era Disrupsi; Utak Atik Politik Negara di Era Disrupsi dan Pandemi’. Dalam buku ‘Indonesia Era Disrupsi’, dirinya menekankan sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tidak terbebas dari pengaruh dan landscape ideologi, politik, dan ekonomi global yang berkembang dinamis, yang saat ini sedang dalam suasana ‘muram’. Beragam faktor yang mempengaruhi antara lain, melambungnya harga komoditas global, kebijakan moneter negara maju yang agresif, konflik Rusia – Ukraina, serta mulai munculnya eskalasi ketegangan baru di Taiwan.
“Tidak berlebihan ketika Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa ancaman krisis global ada di depan mata. Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kelaparan akut. Menurut IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan ambruk. Penurunan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi. Merujuk kondisi di tanah air, kenaikan inflasi juga mulai dirasakan menjadi ancaman bagi perekonomian nasional,” ujar Bamsoet saat meluncurkan dua bukunya, di Jakarta, Rabu (10/8/22).
Turut hadir para pimpinan MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Yandri Susanto, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad; pimpinan DPD RI antara lain Sultan Baktiar Najamudin dan Letjen TNI Mar (Purn) Nono Sampono; Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi; Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo; Sekjen Partai Hanura Kodrat Shah; Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan; mantan Wakapolri Komjen Pol (purn) Nanan Soekarna; dan tokoh pengusaha nasional Setiawan Djodi.
Hadir pula para intelektual yang menjadi narasumber bedah buku, antara lain Anggota DPD RI sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Prof. Jimly Asshiddiqie; Rektor IPB University Prof. Arief Satria; Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa; serta pengamat marketing Edo Lavika.
Ketua DPR RI ke-20 sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, BPS mencatat per Juli 2022, laju inflasi berada di level 4,94 persen, dan pada Agustus diprediksi meningkat dikisaran 5 hingga 6 persen. Bahkan pada September 2022, diprediksi menghadapi ancaman hiper-inflasi, dengan kisaran 10 hingga 12 persen. Ancaman krisis yang ditandai dengan pelambatan ekonomi global, menjadi fenomena yang harus disikapi dengan serius.
“Meskipun hasil survey Bloomberg, Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat resiko resesi yang kecil, hanya 3 persen, sangat jauh jika dibandingkan rata-rata negara Amerika dan Eropa (40 hingga 55 persen) ataupun negara Asia Pasifik (pada rentang antara 20 hingga 25 persen). Rendahnya angka resiko resesi, tidak boleh membuat kita lalai. Mengingat saat ini kita hidup di era disrupsi, segala hal saling berhubungan dan berbagai kemungkinan dapat terjadi,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, era disrupsi adalah keniscayaan yang mustahil dihindari, namun dapat disiasati. Misalnya dalam menyikapi krisis energi global, kenaikan harga minyak dunia hingga akhir tahun 2022 diperkirakan mencapai 98 US dolar per barel. Jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar 63 US dolar per barel. Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, solar, dan LPG sudah mencapai Rp 502 triliun. Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi.
“Salah satu cara menyiasatinya, kita harus mempercepat migrasi kendaraan dari berbahan bakar minyak ke bermotor listrik. Setiap pengalihan satu unit kendaraan berbahan bakar minyak ke bermotor listrik, akan berkontribusi pada pengurangan subsidi negara sebesar Rp 22,9 juta per tahun. Langkah alternatif lainnya dengan mengubah skema pemberian subsidi energi, menjadi subsidi yang diberikan secara langsung kepada orang yang tidak mampu, sehingga lebih tepat sasaran,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, contoh lain menyikapi krisis pada sektor pangan, di mana perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan terhambatnya pasokan gandum dunia sebanyak 30 hingga 40 persen. Kelangkaan gandum ini bisa berdampak pada lonjakan harga dari berbagai produk turunannya, misalnya produk mie instan yang diprediksi naik hingga 3 kali lipat.
“Mengantisipasinya, kita harus segera mengintensifkan pertanian di dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung kepada impor. Misalnya, meningkatkan luas tanam sorgum dan singkong di dalam negeri sebagai pengganti gandum ekspor. Era Disrupsi harus membuat kita mengubah tantangan menjadi peluang, dan mengubah peluang menjadi keberhasilan,” pungkas Bamsoet. (*)