JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang juga Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) menjadikan mobil listrik Hyundai IONIQ sebagai Official Car IMI. Sebagai apresiasi karena Hyundai mampu menghadirkan mobil listrik dengan harga jual sekitar Rp 600 jutaan, hampir setara harga Kijang Inova, Camry, Fortune atau Pajero.
“Dan yang terpenting adalah, pabrikasi mobil Hyundai ini telah memindahkan pabrik dan operasionalnya dari Malaysia ke Indonesia. Sekaligus telah mewujudkan komitmen investasi sebesar USD 1,5 miliar untuk mengembangan kendaraan ramah penumpang dan lingkungan di Indonesia, yang ditunjukan melalui pembangunan pabrik perakitan di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, yang ditargetkan beroperasi optimal pada tahun 2022,” jelas Bamsoet.
Alasan lain, menurut Bamsoet mengapa IMI Pusat periode 2021-2024 di bawah kepimpinanya memilih Hyundai IONIC, karena merupakan kendaraan full electric (mobil listrik), ramah lingkungan dan tentu saja mendukung program pemerintah untuk mempercepat migrasi dari penggunaan BBM dari fosil dengan tenaga listrik.
“Pertama, IMI sebagai organisasi bermotor di Indonesia akan mendukung program pemerintah dan pelopor penggunaan kendaraan listrik, sekaligus mengurangi pemakaian bahan bakar fosil yang ada sekarang,” ujar Bamsoet.
Kedua, untuk mengurangi beban subsidi BBM di APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), karena dengan semakin banyak yang menggunakan kendaraan listrik, konsumsi BBM menjadi berkurang.
Ketiga, meningkatkan saving atau tabungan masyarakat karena dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga atas biaya servis bulanan kendaraan dan pengeluaran rutin harian untuk membeli BBM (bensin).
Keempat, ramah lingkungan. Kerena Go green, menurut Bamsoet merupakan salah satu program unggulan IMI Pusat.
Kelima, electric car akan menjadi kendaraan masa depan, di mana bahan bakar fosil akan segera habis dalam beberapa tahun ke depan.
“Menggunakan kendaraan bermotor listrik juga bagian dari dukungan IMI terhadap program Presiden Joko Widodo dalam mempercepat era elektrifikasi pada kendaraan bermotor, sebagaimana tertuang dalam Perpres 55/2019. Sekaligus merangsang berbagai produsen otomotif lainnya untuk mempercepat komitmen mereka dalam memproduksi kendaraan bermotor listrik, menggantikan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak,” ujar Bamsoet di Kantor pusat IMI, Jakarta, Sabtu (6/2/21).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dengan menggunakan kendaraan bermotor listrik, masyarakat telah membantu pemerintah mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dalam rentang waktu 2014-2019 saja, jumlahnya mencapai Rp 700 triliun. Di APBN 2021, subsidi untuk BBM jenis tertentu mencapai Rp 16,6 triliun.
“Semakin banyak kendaraan yang tidak lagi menggunakan BBM, subsidinya bisa dialihkan untuk sektor penting lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur,” jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menuturkan, selain sebagai kendaraan masa depan yang mampu menjaga lingkungan dari pencemaran polusi udara, masyarakat juga bisa menghemat pengeluaran dengan menggunakan kendaraan bermotor listrik. Sebagai perbandingan, berbagai riset menampilkan rata-rata sebuah sedan biasa yang dikemudikan sejauh 15.000 mil akan menghabiskan rata-rata USD 6.957. Sedangkan kendaraan bermotor listrik, dengan jarak tempuh yang sama hanya membutuhkan sekitar USD 540.
“Biaya perawatannya juga sangat rendah, sekitar 35 persen dibanding kendaraan berbahan bakar minyak, lantaran tak adanya komponen tertentu seperti oli, filter oli, busi, dan katup engine. Sehingga pengeluaran yang tadinya untuk kendaraan, bisa dialihkan untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja rumah tangga lainnya,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini meyakini selain Hyundai, juga akan banyak produsen otomotif lainnya yang akan memproduksi kendaraan listrik di Indonesia. Sehingga akan semakin banyak pula transfer teknologi yang dilakukan, sekaligus menyerap banyak lapangan pekerjaan. Apalagi Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terbesar dunia, yang merupakan bahan baku utama komponen baterai di kendaraan bermotor listrik.
“Bahkan tak menutup kemungkinan, perusahaan dalam negeri bisa memproduksi sendiri kendaraan listrik sebagai karya anak bangsa. Mengingat proses produksinya tak sesulit pada kendaraan konvensional. Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian mencatat kendaran listrik hanya didukung 20 ribu komponen, sementara kendaraan konvensional ditopang 30 ribu komponen,” pungkas Bamsoet. (*)