Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Jokowi-Ma’ruf sebagai Presiden dan wakil presiden terpilih Pemilu 2019, Minggu,(30/6/2019). Dengan telah ditetapkannya presiden dan wakil presiden terpilih, Ketua DPR Bambang Soesatyo berharap polarisasi di masyarakat berakhir.
Ia mendorong semua komunitas bergiat mengakhiri polarisasi terhsebut, sehingga harmoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat pulih. Memulihkan persatuan dan kesatuan akan menjadikan Indonesia negara yang kuat dan kompetitif.
“Ekses yang mengemuka sejak sebelum dan sepanjang periode tahun politik 2019 adalah polarisasi masyarakat. Dari kampret versus cebong menjadi 01 versus 02. Rivalitas itu nyata-nyata tidak sehat dan juga tidak produktif. Fakta tentang polarisasi masyarakat ini harus disikapi dengan sangat serius dan bersungguh-sungguh,” katanya di Jakarta, Minggu, (30/6/2019).
Sebagai sebuah kecenderungan yang tidak sehat dan tidak produktif, menurut Bamsoet, polarisasi masyarakat tidak boleh berlarut-larut karena akan berdampak pada ketahanan nasional.
Pemerintah, DPR dan semua institusi negara bersama organisasi besar di bidang keagamaan telah menunjukan keprihatinan sekaligus kepedulian terhadap masalah polarisasi ini.
Semua menurutnya telah melakukan pendekatan untuk mengakhir polarisasi. Namun, tanpa kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat, semua upaya pendekatan itu akan sia-sia. Sebab, pada akhirnya, faktor penentu ada pada kemauan serta niat baik dan tulus semua komunitas di negara ini.
“Kini, seharusnya tidak ada lagi rivalitas politik antar-komunitas, karena tahun politik 2019 yang memuncak pada Pilpres dan Pileg telah berakhir, dan telah difinalisasi oleh keputusan Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni 2019.” tuturnya.
Ia mengatakan pasca Pilpres, biarlah panggung rivalitas politik itu selanjutnya diisi dan dilakoni oleh para politisi sebagai sarana untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya masing-masing.
Karena bagi para politisi, tidak ada rivalitas abadi, tidak ada pula musuh abadi dan tidak ada teman atau anggota koalisi yang abadi. Satu-satunya yang abadi dalam politik adalah kepentingan.
“Kalau sudah bicara tentang kepentingan, selalu muncul pertanyaan siapa mendapat apa dan siapa yang harus lebih didahulukan. Kalau sudah begitu, jelas bahwa tidak ada alasan sedikit pun bagi semua elemen akar rumput masyarakat Indonesia untuk mempertahankan atau merawat polarisasi sekarang ini,” kata dia.