KEBUMEN – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Legislator DPR RI Dapil 7 Jawa Tengah meliputi Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen Bambang Soesatyo menuturkan esensi demokrasi adalah adanya keseimbangan. Di satu sisi, demokrasi menjamin ketersediaan ruang bagi setiap warga negara untuk berekspresi dan mengartikulasikan hak-hak politiknya tanpa represi dan intimidasi. Di sisi lain, eskpresi demokrasi juga tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang kontra produktif yang justru mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
“Jangan sampai implementasi demokrasi menghadirkan ‘residu’ dan ‘sisi gelap’, di mana nilai-nilai demokrasi dimanifestasikan dalam bentuk penindasan mayoritas terhadap minoritas. Jangan sampai demokrasi prosedural mengabaikan demokrasi substansial, karena harus ada keseimbangan antara demokrasi dalam praktik dengan demokrasi dalam kualitas implementasinya,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di empat kecamatan di Kabupaten Kebumen, Jumat (15/12/23).
Turut hadir antara lain, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kebumen Halimah Nurhayati, Anggota DPRD Kabupaten Kebumen Partai Golkar Munawar Cholil dan Restu Gunawan, Caleg DPRD Provinsi Jawa Tengah Partai Golkar Dapil Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen Dwi Nugroho Marsudianto dan Ferry Wawan Cahyono serta para Caleg Partai Golkar DPRD Kabupaten Kebumen.
Dalam safari politik hari kedelapan di Dapil 7 Jawa Tengah, Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini bertemu para tokoh masyarakat, pemuda, mahasiswa, kader dan pengurus Partai Golkar dari 89 Desa di empat kecamatan di Kabupaten Kebumen. Antara lain Kecamatan Sruweng, Puring, Kuwarasan dan Adimulyo. Sebelumnya, Bamsoet telah mendatangi 18 kecamatan di Kabupaten Purbalingga dan 20 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan salah satu rujukan untuk mengukur implementasi dan kualitas demokrasi adalah dengan mengacu pada nilai indeks demokrasi. Dimana penilaian indeks demokrasi didasarkan pada tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.
Secara global, salah satu rujukan yang telah mendapatkan pengakuan dunia adalah indeks demokrasi yang disusun oleh The Economist Intelligence Unit. Lembaga ini mengukur kualitas implementasi demokrasi dari lima instrumen, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, partisipasi politik, budaya politik dan kebebasan sipil.
“Laporan Economist Intelligence Unit pada Februari 2023 menunjukkan, indeks demokrasi Indonesia berada pada skor 6,71 atau sama dengan perolehan tahun sebelumnya. Skor tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat 54 dari 167 negara atau turun dari tahun sebelumnya yang berada di urutan ke 52,” kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), Indeks Demokrasi Indonesia selama kurun waktu 2009-2020 telah mengalami penurunan 4 kali pada periode tahun 2010, tahun 2012, tahun 2015, dan tahun 2016. Sedangkan indeks demokrasi pada tahun 2020 berada di angka angka 74,92 atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 72,39. Sementara di tahun 2021, indeks demokrasi Indonesia berada di peringkat 64 dunia dengan nilai indeks sebesar 6,30.
“Fenomena naik turunnya besaran indeks demokrasi Indonesia dipengaruhi oleh beragam faktor. Menunjukkan bahwa kehidupan berdemokrasi kita saat ini belum berada pada level kemapanan yang ideal dan sedang berproses menuju kematangan demokrasi. Namun kita tidak boleh berkecil hati, karena berdemokrasi adalah sebuah proses yang dinamis dan selalu ada ruang dan peluang untuk memperbaikinya,” pungkas Bamsoet. (*)