JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan MPR RI bersama Aliansi Kebangsaan akan menyelenggarakan Kongres Kebangsaan dengan didukung Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta berbagai stakeholder lainnya. Diselenggarakan pada 28 Oktober 2021, di Gedung Nusantara IV, Komplek MPR RI, bertepatan dengan perayaan momentum Sumpah Pemuda. Mengundang berbagai rektor perguruan tinggi, cendikiawan, serta peneliti dari berbagai lembaga seperti LIPI, CSIS, dan berbagai lembaga think tank lainnya.
“Kongres Kebangsaan menjadi trigger baru dalam memecah kebuntuan atas berbagai masalah kebangsaan. Karenanya, selain ada diskusi, juga ada peluncuran buku ‘Pancasila Memperadabkan Bangsa’. Berisi hasil kajian dan diskusi yang dilakukan Aliansi Kebangsaan bersama berbagai stakeholders, selama lebih kurang tiga tahun. Salah satu titik tekannya, sebelum mempancasilakan masyarakat, penyelenggara negara harus terlebih dahulu mempancasilakan dirinya sendiri,” ujar Bamsoet usai menerima Aliansi Kebangsaan, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (30/9/21).
Turut hadir antara lain Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, Ketua Tim Perumus Aliansi Kebangsaan Prasetijono Widjojo, dan pegiat Aliansi Kebangsaan Ansel da Lopez.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, melalui Kongres Kebangsaan, MPR RI juga ingin menggerakan para peneliti dan cendikiawan, sehingga tidak absen dalam pergulatan kehidupan kebangsaan. Khususnya agar tidak ada jurang yang kian lebar antara idealita Pancasila dengan realitas aktualisasinya. Peran cendekiawan sangat diperlukan, agar jika ada penyelenggara negara yang offside keluar dari nilai-nilai Pancasila, cendikiawan bisa mengingatkannya
“Mengingat saat ini sebagai sebuah bangsa, kita belum sepenuhnya mengimplementasikan nilai Pancasila dalam kerangka konseptual, kerangka normatif, dan kerangka operatif. Padahal sejarah membuktikan, sebagai ideologi, Pancasila terbukti memiliki ketangguhan dan teruji dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, Pancasila sulit tumbuh dalam lahan keadaban yang tandus, tatkala kebanyakan warga lebih terobsesi ‘cinta kekuasaan’ ketimbang ‘kekuatan mencintai’. Sebagaimana disampaikan Aliansi Kebangsaan, kemiskinan terparah suatu bangsa bukanlah kemiskinan sumber daya, melainkan kemiskinan jiwa.
“Yakni manakala warga negara cuma bisa bertanya apa yang bisa didapat dari negara, dan ketika penyelenggara negara cuma memburu kehormatan (noblesse), tetapi tidak mau memikul tanggungjawab (oblige) dari kehormatan itu,” pungkas Bamsoet. (*)