JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar serta Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti, Universitas Pertahanan RI dan Universitas Jayabaya Bambang Soesatyo mendukung langkah pemerintah bersama Komisi X DPR RI (bidang Pendidikan, Riset, Olah Raga, dan Kepariwisataan) yang tengah menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan di Indonesia. Dari mulai peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, serta peningkatan kualitas pendidikan dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Termasuk dalam hal mekanisme pengangkatan guru besar.
Bamsoet sepakat dengan pandangan cendikiawan Yudi Latif yang juga sudah menjadi perhatian dari anggota Komisi X DPR RI. Bahwa di Perguruan Tinggi, dosen harus bisa menemukan otonomi yang lebih besar dengan jaminan kebebasan akademik yang menjamin kebebasan belajar, kebebasan mengajar, dan kebebasan meneliti.
“Mas Yudi juga mengusulkan agar pengangkatan guru besar dibebaskan dari birokratisasi negara dan dikembalikan ke pangkuan otonomi perguruan tinggi. Namun demikian, dalam mengangkat guru besar, universitas juga tidak bisa semena-mena. Nama yang diusulkan atau yang mengusulkan diri sebagai guru besar harus mendapatkan peer review dari ahli terkait yang mengombinasikan unsur dari dalam dan luar universitas yang bersangkutan. Usulan ini sangat patut untuk dipertimbangkan oleh Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pendidikan,” ujar Bamsoet usai menerima Anggota Komisi X DPR RI dan Jajaran FISIPOL Universitas Wahid Hasyim, di Jakarta, Rabu (10/7/24).
Hadir Anggota Komisi X DPR RI Mujib Rohmat dan Robert Kardinal. Sedangkan Jajaran FISIPOL Universitas Wahid Hasyim antara lain Dekan Agus Riyanto, Wakil Dekan Anna Yulia Hartati, dan Ketua LP2M Ali Martim.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum & Keamanan ini menjelaskan, pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan berdirinya pemerintahan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini menunjukan bahwa sektor pendidikan mendapatkan perhatian serius dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Ketentuan tentang dunia pendidikan terdapat dalam berbagai ketentuan perundangan. Antara lain, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Ada juga PP No.55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Hadirnya berbagai peraturan perundangan tersebut harus diakui belum mampu menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan, dari mulai sistem hingga teknis tata laksana,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran (PADIH UNPAD) dan pendiri Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) ini menerangkan, sebagaimana ditekankan oleh Yudi Latif, bahwa pendidikan bermutu tidak dihasilkan melalui proses instan. Hambatan utamanya selama ini yakni pada kebijakan pendidikan yang terlalu mudah bergeser, merusak kesinambungan gerak tumbuh pohon pendidikan yang sehat.
“Sehingga tidak heran jika ada anggapan bahwa, ‘ganti pemerintahan, ganti kebijakan’, yang membuat para pendidik dan peserta didik kebingungan, karena tidak adanya kepastian hukum yang dapat dipakai sebagai pegangan jangka panjang. Menyelesaikan berbagai masalah dalam dunia pendidikan bisa dimulai dengan meningkatkan kualitas dan kesejahteraan para guru,” terang Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menambahkan, meningkatkan kualitas dan para guru tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan butuh proses dan konsistensi. Karenanya diperlukan road map jangka pendek, menengah, dan panjang. Dari mulai proses rekrutmen, pengajaran, hingga reorientasi jati diri dan budaya pendidik.
“Saya yakin dan percaya. Diujung kepemimpinan Mas Menteri Nadiem, upaya pembenahan sektor pendidikan akan menemukan landasan yang lebih kuat dalam membangun road map pendidikan nasional jangka panjang,” pungkas Bamsoet. (*)