JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan pemuda punya keterkaitan yang kuat dengan literasi teknologi. Sebagaimana terlihat dari data BPS yang mencatat bahwa 85,62 persen pemuda Indonesia adalah pengguna aktif internet. Laporan salah satu portal data terkemuka dunia, Statista, juga mencatat bahwa sekitar 65,7 persen pengguna teknologi informasi dalam platform media sosial, adalah pemuda dengan rentang usia 18 hingga 34 tahun.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, klasifikasi pemuda dibatasi pada rentang usia antara 16 hingga 30 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemuda Indonesia hingga akhir tahun 2020 diperkirakan sebesar 64,5 juta jiwa, atau hampir seperempat dari total jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 270,2 juta jiwa.
“Jika pemaknaan definisi pemuda tersebut diperluas pada rentang usia produktif antara 15 hingga 34 tahun, maka jumlah penduduk yang berusia muda mencapai sekitar 88,8 juta jiwa atau hampir 33 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Di tengah periode bonus demografi yang kita alami saat ini, dari 70,72 persen penduduk usia produktif, hampir 69 persennya atau sekitar 131,6 juta jiwa adalah sumber daya manusia potensial, yang berusia antara 15 hingga 44 tahun,” ujar Bamsoet usai menerima pengurus DPP Pemuda PERINDO, di di Jakarta, Kamis (22/4/21).
Pengurus DPP Pemuda PERINDO yang hadir antara lain, Ketua Umum Effendi Syahputra, Sekretaris Jenderal Diska Resha Putra, Bendahara Umum Vicky HC, dan Direktur Eksekutif Ben Telaumbanua.
Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mencatat bahwa hingga kuartal II tahun 2020, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7 persen atau hampir 200 juta orang. Karenanya butuh peran pemuda untuk memastikan ruang internet tetap sehat, tidak tersebar polusi hoax, hate speech, maupun propaganda adu domba sesama anak bangsa.
“Tanpa dukungan pemuda, besarnya penetrasi internet tersebut malah akan menjadi malapetaka. Misalnya, suatu berita hoax atau faham radikal yang tersebar melalui internet, dapat dengan mudah diakses ratusan juta masyarakat Indonesia hanya dalam hitungan detik, dan itu hanya berjarak satu sentuhan jari saja,” papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menekankan, peningkatan penetrasi internet sayangnya juga berbanding lurus dengan kejahatan siber. Sebagai perbandingan, pada periode Januari hingga Agustus 2019, jumlah serangan siber di Indonesia mencapai 39,3 juta. Sedangkan pada periode Januari hingga Agustus 2021, naik drastis menjadi hampir 190 juta serangan siber. Artinya, pada masa pandemi Covid-19, kejahatan siber naik lebih dari 4 kali lipat.
“Meskipun banyak manfaat yang dapat diperoleh dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, kita tidak dapat menafikkan potensi dampak negatifnya, khususnya bagi generasi muda bangsa. Oleh karena itu, membekali generasi muda dengan nilai-nilai dan wawasan kebangsaan, untuk melindungi jatidiri dan identitas kebangsaan di masa depan, menjadi sebuah keniscayaan. Khususnya kepada para pemuda yang berada dalam organisasi politik, yang kelak akan menjadi bagian dari kepemimpinan nasional,” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga memotivasi generasi muda yang sudah memilih terjun di dunia politik, agar selalu memanfaatkan teknologi informasi untuk memajukan semangat kebangsaan. Serta menjadikan perjalanan di dunia politik sebagai ladang amalan untuk membantu masyarakat. Bukan justru untuk memperkaya diri sendiri.
“Menjadi politisi adalah pengabdian diri secara total untuk bangsa dan negara. Keterlibatan pemuda di politik adalah angin segar bagi masa depan demokrasi Indonesia. Karenanya pemuda jangan sampai merusak nilai luhur politik yang bertujuan untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, serta mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Bamsoet. (*)