JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak seluruh elemen mahasiswa untuk memasifkan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI ke berbagai kelompok masyarakat. Karena, bahaya sektarianisme, polarisasi, dan perpecahan antar masyarakat, merupakan bahaya laten yang senantiasa ‘menghantui’ bangsa Indonesia. Tidak ada negara di dunia ini yang memiliki tingkat keragaman seperti di Indonesia. Memiliki 1.340 suku bangsa dengan 1.158 bahasa daerah, 6 agama, dan ratusan aliran kepercayaan.
“Tanpa mengurangi rasa hormat kepada saudara-saudara kita di Benua Afrika, kita harus belajar banyak agar Indonesia jangan sampai seperti negara-negara di Benua Afrika. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam Sidang Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat, pada Rabu (13/10/2021) menyampaikan banyak ditemukan kasus orang-orang ditolak untuk mengakses layanan kesehatan, pendidikan, bahkan mengutarakan pendapat karena ia berasal dari kelompok etnis tertentu, memiliki warna kulit tertentu, atau menganut kepercayaan minoritas. Kegagalan mengayomi dan menghargai kemajemukan masyarakat disepakati sebagai penyebab berbagai konflik di Benua Afrika,” ujar Bamsoet usai menerima pengurus Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), di Jakarta, Senin (13/12/21).
Pengurus GMKI yang hadir antara lain, Ketua Umum Jefri Gultom, Sekretaris Umum Mikael Anggi, Bendahara Umum Novelin Silalahi, Kabid HI Fawer SIhite, Kabid PKK Roberto, dan Kabid Medko Indra. Turut mendampingi Senior GMKI Maruarar Sirait.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, para pendiri bangsa sejak dahulu senantiasa telah menunjukan betapa pentingnya merawat kemajemukan. Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, misalnya, para pendiri bangsa yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) maupun Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), terdiri dari beragam etnis dan agama.
“BPUPKI yang dibentuk pada 1 Maret 1945, terdiri dari 63 anggota yang berasal dari 40 orang etnis Jawa, 7 orang Sunda, 4 orang Tionghoa, 3 orang Padang, 2 orang Madura, 1 orang Batak, 1 orang Indo-Belanda, 1 orang Arab, 1 orang Banten, 1 orang Lampung, 1 orang Ambon, dan 1 orang Minahasa. Dari segi pemeluk agama, 55 orang muslim, 8 orang non-muslim yang terdiri dari Tionghoa, Budha, dan Kristen. Merekalah yang merumuskan dasar negara, Pancasila,” jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, BPUPKI kemudian dibubarkan pada 7 Agustus 1945. Saat itu jugalah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berjumlah 21 orang, terdiri dari 12 orang etnis Jawa, 3 orang Sumatera, 2 orang Sulawesi, 1 orang Kalimantan, 1 orang Nusa Tenggara, 1 orang Maluku, dan 1 orang Tionghoa. Merekalah yang menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara, menyusun pemerintahan pusat dan daerah, hingga merancang lembaga tinggi dan kelengkapan negara.
“Jauh sebelum kehadiran BPUPKI maupun PPKI, para pendiri bangsa Indonesia telah sejak lama bergotongroyong bersatu dalam perbedaan. Bahkan peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, diselenggarakan di rumah milik peranakan Tionghoa, Sie Kong Liong, di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta. Karenanya semangat menjaga kebersamaan dalam bingkai perbedaan yang telah ditunjukan para pendiri bangsa, harus senantiasa diteruskan oleh para generasi muda. Jika tidak, Indonesia tak akan mampu menempuh seratus tahun usia kemerdekaan,” pungkas Bamsoet. (*)