JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung agar keberadaan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) bisa dikuatkan melalui undang-undang, dengan nomenklatur Undang-Undang Penilai. Sehingga bisa dijadikan sebagai payung hukum untuk melindungi kepentingan publik termasuk profesi Penilai serta mendukung perekonomian yang sehat, efisien, dan transparan.
Sebab, selama ini dalam menjalankan profesinya sebagai Penilai, setiap anggota MAPPI hanya berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, yang telah diubah sebanyak dua kali. Yakni PMK Nomor 56/PMK.0l/2017 dan PMK Nomor 228/PMK.01/2019.
“Dalam prakteknya, Penilai telah menjalankan tugas dan fungsinya secara benar dengan berpedoman kepada Standar Penilaian Indonesia (SPI), Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), dan Peraturan Perundangan yang ada. Namun, karena keberadaan mereka tidak diwadahi dalam undang-undang, Penilai memiliki posisi yang lemah di mata hukum apabila timbul permasalahan terhadap hasil penilaian. Padahal, aktivitas mereka memiliki hubungan yang terikat dengan kegiatan sektor ekonomi dan keuangan. Seperti untuk kepentingan pasar modal, perbankan, infrastruktur pertanahan, dan perpajakan,” ujar Bamsoet usai menerima pengurus MAPPI, di Jakarta, Selasa (30/11/21).
Pengurus MAPPI yang hadir antara lain Ketua Umum DPN MAPPI Muhamamad A. Mutaqin, Ketua 2 MAPPI Dedy Mohamad Firmanto, Ketua Dewan Penilai MAPPI Dewi Smaragdina, Ketua Komisi Standard Penilaian Indonesia MAPPI Hamid Yusuf dan Bendahara IKJPP MAPPI Erna Sapta.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, Penilai memiliki tanggungjawab sangat besar dalam mengemban kepercayaan masyarakat. Terutama dalam memberikan opini nilai secara independen dan berkualitas.
“Laporan penilaian tersebut menjadi pertimbangan penting dalam mengambil keputusan secara efisien dan sehat, demi meningkatkan transparansi serta mutu informasi dalam bidang keuangan. Seperti dalam hal kebijakan publik, investasi, dan pelaksanaan proyek strategis nasional, hingga pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur,” jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, kebutuhan jasa Penilai akan terus meningkat, baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Karenanya Penilai sangat membutuhkan kepastian hukum dalam memberi jasanya sehingga tidak ada kekhawatiran atas kemungkinan terjadinya kriminalisasi pada Penilai.
“Tidak banyak organisasi profesi yang menginginkan diwadahi dalam sebuah undang-undang. Biasanya justru negaralah yang berinisiatif mengatur sebuah organisasi profesi. Keinginan MAPPI agar UU Penilai bisa lahir menjadi suatu terobosan baru yang menandakan MAPPI sudah sadar hukum. Pemerintah dan parlemen harus segera meresponnya dengan positif,” pungkas Bamsoet. (*)