JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Tetap Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur Bambang Soesatyo menjadi penguji sidang terbuka promosi Doktor saudara Daniel yang berprofesi sebagai pengusaha di Medan. Mengangkat tentang “Konstruksi Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Sektor Swasta Dalam Perspektif Keadilan”. Menganalisis substansi hukum tenaga kerja di Indonesia dan menganalisis perlindungan hukum tenaga kerja tidak tetap dalam perspektif keadilan.
Hasil penelitian menemukan fakta bahwa tenaga kerja tidak tetap seringkali mendapatkan diskriminasi. Tercermin dari perbedaan mendasar antara pekerja tetap dengan pekerja tidak tetap. Seperti penerimaan gaji pokok yang belum sesuai upah minimum, serta belum ada kontrak kerja yang menjamin hak dan kewajiban para tenaga kerja tidak tetap. Selain itu, fasilitas BPJS Ketenagakerjaan yang didapat tenaga kerja tidak tetap, seringkali bukan dalam bentuk tunjangan melainkan dalam bentuk potongan terhadap gaji pokok.
“Hasil ini menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, parlemen, hingga dunia usaha, agar kedepannya bisa lebih memberikan kepedulian terhadap para tenaga kerja tidak tetap. Kita tidak boleh menutup mata, walaupun terkadang diatas kertas peraturan yang dibuat sudah ideal, seperti halnya yang terdapat dalam UU No.6/2023 tentang Cipta Kerja. Namun implementasinya di lapangan kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan,” ujar Bamsoet dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Daniel, di Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa (7/11/23).
Turut hadir para penguji lainnya antara lain, Promotor Prof. Faisal Santiago, Ko-Promotor Ahmad Redi, Rektor Universitas Borobudur Prof. Bambang Bernanthos, Penguji Internal Prof. Abdullah Sulaiman dan Boy Nurdin, serta Penguji Eksternal Prof. Zainal Aridin Hoesein.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, perlindungan tenaga kerja tidak tetap menurut hukum internasional terdapat dalam berbagai ketentuan. Antara lain, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi ILO No.158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (Termination of Employement Convention), Konvensi ILO No.175 tentang Kerja Paruh Waktu (Part-Tims Work Convention), dan Konvensi ILO No. 181 tentang Agen Pekerjaan Swasta (Private Employment Agencies Convention).
“Seluruhnya mengatur tentang perlindungan tenaga kerja tidak tetap dalam perspektif hak asasi manusia yang harus memenuhi beberapa ketentuan. Antara lain, pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang stabil. Sehingga pekerja tidak tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan layak dan merasa dihargai sebagai bagian masyarakat,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, dalam memperjuangkan haknya, terkadang para tenaga kerja tidak tetap justru harus berhadapan dengan hukum. Hal ini seharusnya bisa dihindari. Karena itu, jika terjadi konflik antara pekerja dengan perusahaan, sebaiknya diselesaikan diluar pengadilan melalui diskusi kekeluargaan, dengan tetap mengedepankan konsensus dan memperhatikan ketentuan hukum ketenagakerjaan.
“Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan, harus dapat menjadi penengah dan jembatan dalam penyelesaian konflik yang timbul antara pekerja dengan pemilik usaha. Untuk mencegah tindakan sewenang-wenang, pemerintah jika perlu juga dapat memberikan sanksi tegas terhadap pemilik usaha yang tidak memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja tidak tetap,” pungkas Bamsoet. (*)