BALI – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo memfasilitasi pagelaran seni dan budaya sanggar Bona Alit pimpinan I Gusti Ngurah Adi Putra atau yang akrab disapa Gung Alit, seniman tradisi asal Bali. Pagelaran diselenggarakan di Black Stone Beach, Bali, Sabtu (28/5/22). Gung Alit merupakan seniman tradisi Bali yang tidak saja mahir memainkan instrumen gamelan Bali, alat gesek, hingga perkusi. Melainkan juga pembuat ragam instrumen yang dimodifikasi ke dalam beragam bentuk. Misalnya, seruling raksasa, alat musik gesek China Eh Ru, hngga alat gesek China yang digabung dengan alat gesek tradisi India dan Indonesia.
“Mendirikan Sanggar Bona Alit sejak tahun 1980, Gung Alit aktif melahirkan berbagai karya terobosan yang eksploratif. Ia berhasil mengawinkan instrumen tradisi musik Eropa dan Amerika dengan tradisi musik Asia, Afrika, Amerika Latin, hingga Timur Tengah. Oleh kalangan seniman dan budayawan, hasil karya eksploratif Gung Alit tadi dikenal dengan istilah World Music,” ujar Bamsoet saat membuka pagelaran seni dan budaya Bona Alit, di Black Stone Beach, Bali, Sabtu malam (28/5/22).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, kekuatan musik Bona Alit terletak pada melodi instrumen rebab maupun orkestra gamelan, yang memiliki keistimewaan dalam hal mengolah pola-pola ritme dan melodi-melodi yang khas Balinese dengan bentuk banyak warna suara. Beberapa karyanya yang banyak dikenal antara lain, Kisi-kisi, Kang Cie Wie, Perau Bencah, Plasma O, dan berbagai karya kolaborasi bernafaskan alam Bali yang sangat indah.
“Sanggar Bona Alit termasuk yang ternama di Bali. Memiliki ratusan lebih pekerja yang membantu Gung Alit memodifikasi alat-alat musik, penggamel, galeri, dan lain-lain. Beberapa tari tua (Bali Aga) masih lestari di sanggar Bona Alit. Antara lain, tari sanghyang jaran dan sanghyang bidadari, tari rejang. Pun demikian dengan instrumen tua Bali, masih terawat dengan baik. Misalnya, selonding, wayang, semar pegulingan, gong kebyar untuk orkestra besar,” jelas Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat (PB KODRAT) ini menerangkan, tidak hanya tampil di Bali, sanggar Bona Alit juga telah melakukan pementasan ke berbagai negara seperti Australia, Jepang, Shanghai Festival, dan negara lainnya. Bahkan Gung Alit juga mengajar di Hong Kong University, serta workshop di Jepang. Darah seni memang sudah mengalir dalam keluarga Gung Alit. Gung alit lahir di Desa Bona, Gianyar, Bali, 8 Mei 1963. Ibunya, I Gusti Nyoman Sari, dan Ayahnya I Gusti Gede Rai, adalah seniman yang menekuni kesenian tradisi Bali dan menciptakan seni pertunjukan Balinese Kecak Monkey Dance dan Fire Dance. Tidak heran jika sejak kelas 1 SMP, Gung Alit sudah mahir main gendang untuk seni pertunjukan Arja (opera khas Bali), wayang, dan sebagainya.
“Seni dan budaya memiliki bahasa universal yang bisa dinikmati setiap kalangan. Melepaskan manusia dari sekat-sekat perbedaan suku bangsa, agama, maupun golongan. Melalui seni dan budaya, manusia bisa menyelami kedamaian. Menikmatinya, bisa melepaskan diri dari stress maupun tekanan lain akibat rutinitas keseharian. Seni dan budaya adalah kekuatan sejati umat manusia. Karenanya harus kita lestarikan, sebagaimana Gung Alit melalui sanggar Bona Alit. Beliau telah menjadi penyejuk kehidupan bagi masyarakat Bali maupun para tamu yang datang menikmati sajian seni dan budaya yang ditampilkannya,” pungkas Bamsoet. (*)