Bamsoet Minta Masyarakat Tidak Percaya Hoax Isi UU Cipta Karya
PURBALINGGA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi berbagai capaian kinerja Pemerintah Kabupaten Purbalingga dibawah kepemimpinan Bupati Dyah Hayuning Pratiwi. Pertama, dari sisi akuntabilitas keuangan, pada tahun 2020 ini untuk keempat kalinya, Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kedua, dari sisi perekonomian, gula semut organik produksi para petani Purbalingga telah berhasil menembus pasar Eropa, yang terbaru adalah negara Yunani.
“Di samping itu, tercatat pertumbuhan ekonomi Purbalingga mencapai 5,65 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah sebesar 5,41 persen, dan bahkan lebih tinggi 0,63 persen daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Purbalingga juga terus mengalami peningkatan, dari 67,03 pada tahun 2015 menjadi 68,99 pada tahun 2019,” ujar Bamsoet saat Kunjungan Reses dan Temu Tokoh Masyarakat Purbalingga, Rabu (7/10/20).
Turut hadir antara lain Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, Anggota DPR/MPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto, Ketua DPRD Purbalingga sekaligus Ketua DPC PDI Perjuangan Bambang Irawan, Ketua DPD Golkar Purbalingga Sudono, Ketua DPD PKS Purbalingga Cahyo Susilo, Ketua DPD Perindo Purbalingga Agus Selamet, Ketua DPD PAN Hugo Waluyo, Ketua DPD Hanura Eddy Jasmanto, Bupati Purbalingga 2000-2010 Triyono Budi Sasongko, dan Sekjen MPR RI Ma’ruf Cahyono.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPR RI ke-20 ini menambahkan, melalui berbagai capaian prestasi tersebut, menunjukkan bahwa kepemimpinan dan pembangunan di Kabupaten Purbalingga sudah berada di arah yang tepat. Namun demikian bukan berarti Pemkab Purbalingga dibawah kepemimpinan Bupati Dyah Hayuning Pratiwi bisa terlena. Karena, ke depan masih banyak lagi peluang untuk menorehkan prestasi di berbagai bidang lainnya.
“Sebagai daerah yang terus bergerak mengembangkan industrialisasi, Purbalingga memiliki keuntungan atas disahkannya omnibus law UU Cipta Kerja. Dalam Rancangan Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Purbalingga tahun 2011-2031, kawasan industri di Purbalingga akan ditambah dari sekitar 298 hektar menjadi sekitat 875,40 hektar. UU Cipta Kerja memberikan kepastian hukum kepada investor untuk masuk ke Indonesia, termasuk Purbalingga, maupun memberikan kepastian hukum kepada para pekerja untuk mendapatkan hak-haknya,” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memastikan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang dilakukan DPR RI bersama pemerintahan Presiden Joko Widodo, sepenuhnya bertujuan untuk mempermudah masuknya investasi, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia yang pada akhirnya akan mendongkrak daya saing Indonesia di mata dunia.
“Diluar sana berkembang berbagai propaganda, hoax, missinformasi, maupun disinformasi yang mendeskriditkan UU Cipta Kerja. Sebagai contoh, ada isu yang menyatakan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS) dihapus. Padahal tidak seperti itu. Pasal 88 C UU Cipta Kerja tegas menyatakan Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi/UMP (ayat 1) dan dapat menetapkan UMK (ayat 2). Penetapan UMK harus lebih tinggi dibanding UMP (ayat 5),” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menekankan, pemberian pesangon tetap menjadi prioritas dalam UU Cipta Kerja. Dalam peraturan sebelumnya, pesangon diberikan sebesar 32 kali gaji. Inipun tak ditaati oleh perusahaan, hanya 7 persen yang taat, karena besarnya beban yang ditanggung. Aturan tersebut justru membuat ketidakpastian hukum bagi para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), dan juga memberatkan investor yang ingin masuk ke Indonesia.
“Penyesuaian pesangon menjadi 25 kali gaji merupakan hal realistis. Tak memberatkan perusahaan juga tak mengecilkan pekerja. Sehingga bisa menghadirkan win-win solution bagi pengusaha dan pekerja. Kedepannya perusahaan tidak bisa berkilah dengan berbagai alasan untuk tak membayar pesangon. Bahkan dalam UU Cipta Kerja juga terdapat aturan baru perlindungan sosial berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP (Pasal 18). Keberadaan JKP tak menambah beban pekerja, karena keberadaannya dimaksudkan sebagai up grading dan up skilling serta membuka akses informasi ketenagakerjaan bagi pekerja yang menghadapi PHK,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, informasi lainnya yang menyatakan waktu kerja terlalu eksploitatif, tak berperikemanusiaan, serta menghilangkan hak cuti, juga tak benar. Pasal 77 Ayat 2 UU Cipta Kerja mengatur waktu kerja untuk 5 hari kerja sebanyak 8 jam per hari, serta untuk 6 hari kerja sebanyak 7 jam per hari.
“UU Cipta Kerja juga memberikan kesempatan pelaku usaha digital bisa tumbuh dan berkembang. Karenanya, di Pasal 77 ayat 3 dijelaskan, ketentuan Pasal 77 Ayat 2 tentang Waktu Kerja tak berlaku untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Mengingat trend pekerjaan di era Revolusi Industri 4.0 menuntut waktu kerja yang fleksibel, sesuai kesepakatan pekerja dengan pemberi kerja. Ketentuan ini justru membuat pekerja lebih nyaman menggunakan waktu kerjanya, tidak perlu seharian di kantor, melainkan bisa melakukan pekerjaan dari rumah dan dari tempat manapun,” pungkas Bamsoet. (*)