Bamsoet: Parlemen Modern dan Terbuka Harus Diteruskan oleh DPR RI Mendatang
JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menaruh harapan besar kepada Anggota DPR RI 2019-2024 untuk meneruskan upaya DPR RI menjadi Parlemen Modern, yang pencanangan dan pelaksanaannya sudah dimulai oleh DPR RI periode 2014-2019. Serta yang tak kalah penting, tetap membangun kondusifitas politik dengan pemerintah dengan tidak meninggalkan kerangka check and balances, namun tidak sampai menimbulkan turbulensi politik.
“Di periode 2014-2019, sampai dengan 15 Agustus 2019, kerjasama legislasi DPR RI dengan pemerintah menghasilkan 77 undang-undang. Terdapat penambahan satu RUU yang berhasil diselesaikan pada 20 Agustus lalu, yaitu RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2018. Beberapa RUU juga sudah berhasil diselesaikan pembahasannya dan tinggal menunggu penjadwalan untuk pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna mendatang,” ujar Bamsoet saat menyampaikan materi dalam Orientasi dan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Anggota DPR RI dan DPD RI 2019-2024, di Jakarta, Senin (26/08/19).
Acara yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo ini turut dihadiri Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, Ketua DPD RI Oesman Sapta Oedang, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen (Purn) Agus Widjojo dan ratusan anggota baru DPR RI periode 2019-2024.
Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini memaparkan, DPR RI dan pemerintah bersepakat merubah paradigma pembahasan legislasi yang tak hanya menekankan pada aspek kuantitas saja. Melainkan lebih fokus kepada kualitas. Sehingga anggapan bahwa kinerja DPR RI jeblok lantaran jumlah RUU yang diselesaikan sedikit, sangat tidak tepat.
“Pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus di Gedung Nusantara DPR RI, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa ukuran kinerja pembuat peraturan perundang-undangan bukan diukur dari seberapa banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat, tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi. DPR RI sangat sepakat, sehingga di periode 2019-2024, perlu tetap kita tunjukkan bahwa undang undang yang dibentuk ditujukan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bangsa dan negara,” papar Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, dalam pelaksanaan fungsi Anggaran, anggota DPR RI periode 2019-2024 tidak boleh sekadar memberikan persetujuan terhadap RUU APBN yang diajukan pemerintah. Berbagai indikator seperti Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, serta Rencana Kerja Pemerintah harus dibahas secara cermat dan intens melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
“Hasil pembahasan tersebut adalah range besaran asumsi dasar ekonomi makro R-APBN, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), nilai tukar, tingkat suku bunga SPN, harga minyak, lifting minyak dan gas bumi. Selanjutnya juga dibahas mengenai tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, dan Indeks Pembangunan Manusia. Di dalam pengambilan keputusan mengenai RUU APBN-pun, DPR RI tidak sekedar setuju, melainkan juga memberikan catatan-catatan kritis atas persetujuannya,” tandas Bamsoet.
Dewan Pakar KAHMI ini menerangkan, dalam pelaksanaan fungsi Pengawasan, DPR RI pada umumnya telah menghasilkan banyak rekomendasi untuk ditindaklanjuti pemerintah, namun rekomendasi tersebut seringkali diabaikan. Untuk itu perlu dipikirkan mekanisme agar fungsi pengawasan DPR terlaksana secara efektif dan dipatuhi pemerintah.
“Pelaksanaan rapat-rapat di DPR RI juga menghadapi kendala.Terdapat banyak agenda rapat yang harus dihadiri oleh anggota DPR RI, baik rapat dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, maupun fungsi-fungsi lainnya. Tidak jarang juga jadwal rapat yang harus dihadiri bersamaan waktunya sehingga anggota DPR kurang fokus dalam mengikuti suatu pembahasan dalam rapat. Belum lagi adanya berbagai jenis kunjungan kerja. Dalam hal ini, DPR perlu menciptakan sistem yang memungkinkan pengaturan jadwal dan mekanisme rapat agar tidak tumpang tindih dan efektif,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, DPR RI periode 2019-2024 akan dituntut untuk bekerja keras mewujudkan demokrasi yang bukan sekadar prosedural melainkan juga substansial. Pendiri bangsa telah mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia sebaiknya bukan sekadar demokrasi politik, tetapi demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Demokrasi bukan tujuan akhir, tetapi alat atau sarana untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sinisme dan rendahnya kepercayaan publik masih akan menjadi tantangan bagi DPR RI ke depan. Melalui DPR RI yang modern dan terbuka, kita akan terus berupaya menjawab kritikan tersebut dengan menyajikan informasi-informasi positif mengenai apa yang telah dilakukan oleh DPR RI. Ke depan, DPR RI perlu menjaga marwah dan kewibawaannya, serta memiliki kemandirian sebagaimana yang selalu diperjuangkan DPR RI saat ini,” pungkas Bamsoet. (*)