Bertemu Glenn Fredly dkk, Ketua DPR RI Bahasa RUU Permusikan
JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menginginkan sebuah karya musik bisa menjadi aset yang mempunyai nilai ekonomis bagi penciptanya. Seperti halnya produk properti, kendaraan ataupun hasil kebun dan ternak. Sehingga, musik bisa dijadikan sebagai salah satu agunan ke bank ataupun mempunyai manfaat ekonomi lain bagi penciptanya.
“Itu salah satu filosofi mendasar yang kita bangun dalam membahas RUU Permusikan. DPR RI sudah mengesahkan UU Hak Cipta dan UU Pemajuan Kebudayaan yang memberikan jaminan hak ekonomi bagi pencipta karya seni. Namun, pemanfaatannya dalam industri belum bisa maksimal karena belum ada RUU yang mengatur tata kelolanya. Karenanya, diharapkan RUU Permusikan bisa menjadi jalan keluarnya,” ujar Bamsoet saat menerima KAMI Musik Indonesia di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin (28/01/19).
Sejumlah musisi lintas generasi hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain Glenn Fredly, Tompi, Cholil ‘Efek Rumah Kaca’, Andien, Grace Simon, Masgib, Rian D’Masiv, Yuni Shara, Nanda Persada, Kadri Muhammad, Vira Talisa, Rian Ekky dan Adisti Adikusumah. Turut hadir Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Mahesa, Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah dan Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait.
Dalam pertemuan tersebut, politisi Partai Golkar ini menyampaikan RUU Permusikan yang sudah ditetapkan menjadi Prolegnas Prioritas 2019 masih mungkin diubah namanya menjadi RUU Tata Kelola Industri Musik. Fungsinya mengatur tata kelola industri musik agar hak ekonomi maupun hak-hak lainnya yang diperoleh oleh musisi sebagaimana sudah diatur dalam UU Hak Cipta dan UU Pemajuan Kebudayaan, bisa dipastikan sampai ke tangan mereka. Selain, mengatur sanksi terhadap industri yang tidak menyampaikan hak ekonomi tersebut ke para musisi.
“Bukan hanya memastikan setiap musisi mendapatkan hak atas setiap karya ciptanya, RUU Permusikan juga bisa memastikan setiap musisi yang sudah menerima haknya tidak melupakan kewajibannya membayar pajak. Karena itu, RUU ini nantinya akan kita bahas lintas Komisi melibatkan Komisi III dari sektor penegakan hukum, Komisi X dari segi hak yang diperoleh para musisi, maupun Komisi XI dari segi penerimaan negara dan pemanfaatan karya musik di dunia perbankan,” urai Bamsoet.
Sebelum dibahas lebih komprehensif di DPR RI, legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini mendorong agar para musisi bisa satu suara terlebih dahulu dalam memandang RUU tersebut. Sehingga, di kemudian hari tidak ada pertentangan dari musisi lainnya. Dengan demikian, DPR RI bisa mengetahui dengan jelas apa saja kebutuhan yang diinginkan oleh para musisi.
“Jangan sampai pembahasan RUU ini muter-muter tidak jelas. Nanti satu kelompok musisi mendukung, yang lainnya menolak, atau merasa tidak dilibatkan. Saya meminta KAMI Musik Indonesia sebagai leader bagi para musisi dalam memperjuangkan RUU, segera merangkul semua kalangan musisi dan membuat apa saja poin-poin substansi yang diharapkan,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini yakin, jika tata kelola industri musik di tanah air bisa diatur secara baik, manfaatnya bukan hanya diterima oleh musisi saja. Melainkan juga oleh rakyat, bangsa, dan negara Indonesia dalam skala yang luas. Sebagai contoh, Korea Selatan memiliki ‘Music Industry Promotion Act’ dan Jerman memiliki ‘Act to Strengthen the Contractual Position of Authors and Performing Arts’.
“Dari Korea Selatan dan Jerman kita bisa belajar tentang dua hal. Yaitu adanya pemberian subsidi atau jaminan dari pemerintah untuk menggairahkan industri musik, serta adanya standarisasi yang memperjelas hubungan antara pihak industri dengan musisi. Ini bisa menjadi pijakan bagi kita. DPR RI perlu tahu bagaimana kedua hal tersebut bisa berjalan dari sisi kacamata musisi. Jangan sampai yang berjuang membuat undang-undang (DPR RI) lebih semangat dibanding yang diperjuangkannya (musisi),” pungkas Bamsoet. (*)