Kalau Kita Mau, Indonesia Bisa Desak PBB Tetapkan OPM Sebaga Organisasi Teroris

Sidang Paripurna DPR RI Ketua DPR Bambang Soesatyo
13
Dec

Kalau Kita Mau, Indonesia Bisa Desak PBB Tetapkan OPM Sebaga Organisasi Teroris

JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengutuk keras kelompok pembantai bersenjata di Papua yang telah melakukan tindakan keji terhadap warga yang tidak berdosa. DPR juga berharap Pemerintah dapat mengambil tindakan tegas dan keras terhadap pelaku dan memulihkan kondisi keamanan di Papua.

“Sehubungan dengan terjadinya peristiwa penembakan karyawan PT. Istaka Karya di Papua yang menimbulkan korban jiwa, Dewan menyampaikan rasa prihatin dan belasungkawa yang mendalam terhadap para korban. Penembakan kelompok kriminal bersenjata yang sudah bertindak di luar batas dan sesungguhnya sudah bisa dikatagorikan sebagai tindakan teroris. Kalau kita mau, kita bisa mendesak Peserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk memasukan Organisasi Papua Merdeka sebagai organisasi teroris, sebagaimana definisi PBB itu sendiri,”  tegas Bamsoet dalam Pidato Penutupan Masa Persidangan II DPR RI Tahun Sidang 2018-2019, di Jakarta, Kamis (13/12/18).

Politisi Partai Golkar ini juga mengajak seluruh elemen bangsa menjaga suasana teduh dan damai jelang pesta demokrasi Pemilu pada tanggal 17 April 2019. Kontestasi Pileg dan Pilpres merupakan agenda politik kebangsaan yang sangat penting. Tetapi, di atas semua itu persatuan harus dijaga, kebinnekaan harus dipelihara serta keselamatan dan keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila adalah di atas segala-galanya.

“Buatlah pernyataan yang menyejukkan serta memperkuat rasa kebersamaan kita sebagai bangsa. Mari kita hindari pernyataan-pernyataan yang bernuasa permusuhan, saling menyerang, apalagi yang mengarah kepada fitnah dan adu domba. Kita harus senantiasa ingat akan ajaran agama bahwa perbedaan itu adalah sebuah rahmat,” kata Bamsoet.

Dalam pidato penutupan tersebut, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila menyampaikan pula berbagai capaian dan kegiatan DPR RI selama Masa Persidangan II. Pada masa sidang yang berlangsung sejak tanggal 21 November 2018 hingga 13 Desember 2018, DPR RI telah menyetujui empat rancangan undang-undang (RUU).

Keempat RUU tersebut adalah RUU tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR), RUU  tentang Pengesahan Perjanjian antara RI dan Persatuan Emirat Arab mengenai Ekstradisi, RUU tentang Pengesahan Nota Kesepahaman antara Kementerian Pertahanan RI dan Kementerian Pertahanan Kerajaan Spanyol tentang Kerjasama di Bidang Pertahanan serta RUU tentang Pengesahan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI  dan Pemerintah Serbia  tentang Kerjasama di Bidang Pertahanan.

Sidang Paripurna DPR RI Ketua DPR Bambang Soesatyo

“Pengesahan UU SSKCKR sejalan dengan era revolusi industri 4.0. Karya cetak dan karya rekam merupakan aset berhara bangsa dengan nilai yang tak terkira. Dengan menyerahkan karya rekam dan karya cetak kepada negara melalui perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah, pemilik karya sudah berkontribusi agar generasi mendatang bisa mengetahui jejak perkembangan zaman. Selain itu juga turut melestarikan nilai intelektual dan sejarah yang terkandung dalam karya tersebut,” kata Bamsoet.

Legislator Partai Golkar Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menambahkan, dalam masa persidangan kali ini juga disahkan RUU tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) sebagai usul inisiatif DPR RI. Selanjutnya DPR RI menunggu Surat Perintah Pembahasan dari Presiden yang menunjuk menteri terkait sebagai wakil dari pemerintah untuk membahas RUU tersebut bersama DPR RI.

“RUU Migas bertujuan menguatkan kedaulatan, ketahanan dan kemandirian energi. Didalamnya akan membenahi tata kelola managemen permigasan. Sebagai pemegang kuasa pertambangan Migas, pemerintah memberikan kuasa usaha pertambangan kepada Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Kehadiran BUK inilah salah satu poin krusial dalam RUU tersebut,” tutur Bamsoet.

Tak hanya itu, DPR RI juga memperpanjang pembahasan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dan RUU tentang Pertembakauan. Menurut Wakil Ketua Umum KADIN ini, sejak diusulkan pada 2015, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dihadapkan pada berbagai kendala karena terkait aspek kepentingan industri, tenaga kerja, pariwisata dan budaya. Pembahasannya dilakukan dengan sangat hati-hati dan mendalam.

“Sedangkan dalam RUU Pertembakauan belum ada poin yang dibahas karena pemerintah tak pernah hadir dalam rapat pembahasan. DPR RI tak bisa sendirian dalam membahas RUU, harus bersama pemerintah. Para menteri yang telah ditunjuk presiden harus lebih serius lagi, agar RUU bisa segera disahkan menjadi UU,” imbuh Bamsoet.

Lebih jauh Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, dalam masa sidang kali ini DPR RI melakukan pengawasan terhadap otonomi khusus Aceh, Yogyakarta dan Papua. DPR RI memastikan besarnya dana otonomi khusus bisa senantiasa dikelola secara tepat guna dan tepat sasaran oleh masih-masing pemerintah daerah.

“Selama melakukan pengawasan, Tim menemukan beberapa permasalahan. Di Aceh, misalnya, status kepemilikan lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Lhokseumawe sebagian besar masih di bawah pengelolaan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Akibatnya, menghambat pengoperasian KEK yang akan diresmikan pada Desember 2018. Kondisi jalan yang buruk juga menambah kompleksitas masalah. DPR RI akan melaksanakan rapat kerja dengan kementerian teknis terkait untuk membereskan masalah tersebut,” jelas Bamsoet.

Sementara di Papua, Ketua Umum ARDINDO ini menerangkan masih ditemukannya permasalahan ketenagakerjaan dan kelestarian lingkungan yang perlu diselesaikan oleh PT. Freeport Indonesia. Diketahui pula bahwa kebijakan Otsus Papua mengalami perlambatan, sehingga perlu dilakukan pembenahan terutama dalam menyikapi dana Otsus yang akan berakhir pada 2025.

“Sedangkan di Yogyakarta, implementasi UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY telah ditindaklanjuti dengan berbagai peraturan pelaksana berupa Perdais DIY. Namun, masih terjadi gap pemikiran antara lingkungan pemerintahan daerah dengan elemen masyarakat. Utamanya, berkaitan dengan penggunaan dana istimewa yang belum berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” terang Bamsoet.

Terakhir, mantan Ketua Komisi III DPR RI ini mengingatkan koleganya di DPR RI agar menjadikan masa reses sebagai momentum menyegarkan kembali komitmen bahwa jabatan yang dimiliki sebagai anggota dewan, sejatinya adalah milik rakyat. Penegasan ini sangat penting agar masa reses tidak dimaknai sebagai rutinitas belaka, melainkan kegiatan yang sarat dengan makna dan mempunyai tujuan mulia memakmurkan rakyat.

“Untuk seluruh rakyat Indonesia, inilah saatnya bertemu dengan para wakilnya dari masing-masing daerah pemilihan. Saya mengajak seluruah anggota DPR RI untuk meningkatkan bobot dan kualitas reses di Dapil masing-masing. Rakyat kita semakin cerdas, untuk anggota dewan yang tidak turun ke lapangan, siap-siap tidak terpilih lagi di Pemilu mendatang,” pungkas Bamsoet. (*)

Leave a Reply