Sarasehan Virtual Kebangsaan Bamsoet: Tugas Penting Mengisi Kemerdekaan adalah Memanusiakan Manusia Indonesia
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan tugas penting mengisi kemerdekaan Indonesia adalah untuk memanusiakan manusia Indonesia. Tujuannya, agar perjalanan 75 tahun kemerdekaan bisa menghantarkan berbagai pencapaian kemerdekaan di segala bidang pembangunan. Semisal, peningkatan pendapatan perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia pada tahun 2019 mencapai Rp 59,1 juta atau setara USD 4.174,9. Menurut proyeksi IMF, PDB per kapita Indonesia pada 2020 akan naik sebesar USD 4.460. Bahkan per Juli 2020, Bank Dunia menaikkan kelas Indonesia dari negara berpenghasilan menengah bawah menjadi negara berpenghasilan menengah atas.
“BPS juga mencatat sejak sepuluh tahun terakhir, IPM Indonesia terus meningkat dari 66,53 pada tahun 2010, menjadi 71,92 pada tahun 2019. Beberapa indikator yang dijadikan rujukan penilaian IPM antara lain usia harapan hidup dan kesehatan masyarakat, pendidikan, serta standar hidup yang layak. Selama periode tersebut, status IPM meningkat dari level sedang menjadi tinggi,” ujar Bamsoet dalam Saresehan Virtual Kebangsaan, ‘Refleksi 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia’ yang diselenggarakan Pergerakan Indonesia Maju, dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (25/8/20).
Turut serta antara lain Ketua Umum Pergerakan Indonesia Maju Prof. Din Syamsuddin, Sekjen Pergerakan Indonesia Maju Amirah Nahrawi, dan narasumber lainnya antara lain Franz Magnis Suseno, Letjen TNI (purn) Sayidiman Suryohadiprojo, K.H. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Prof. Dr. Meutia Hatta, dan Haris Pertama.
Mantan Ketua DPR RI ini memandang, beragam pendekatan dan konsepsi dapat dijadikan tolok ukur dalam memaknai kemerdekaan di era modern. Antara lain kemerdekaan dari ketergantungan (kemandirian), kedaulatan di bidang politik, kemerdekaan dari kemiskinan, kemerdekaan dari kebodohan, jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan masih banyak lagi konsepsi kemerdekaan yang hadir dalam geliat diskusi dan dialektika di ruang publik.
“Bulan Februari 2020, Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) mencatat setidaknya ada 15 komoditas pangan strategis, diantaranya bawang putih, gandum, gula, daging yang mempunyai angka ketergantungan impor cukup tinggi, antara 30-100 persen. Contoh lain, Menteri Riset dan Teknologi pada bulan Mei 2020 yang lalu menyatakan bahwa angka ketergantungan terhadap produk impor di bidang kesehatan mencapai 90 persen. Ini menandakan belum sepenuhnya kita bisa mandiri,” papar Bamsoet.
Dari perspektif kedaulatan di bidang politik, lanjut Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, secara domestik harus disyukuri berdasarkan data BPS pada awal Agustus 2020, Indeks Demokrasi Indonesia telah mencapai angka 74,92 (dalam skala 0 sampai 100). Atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 72,39.
“Sementara kemerdekaan dari kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah. Jumlah penduduk miskin Indonesia per bulan Maret 2020 menurut data BPS adalah sebesar 26,42 juta. Dengan pandemi Covid-19 yang masih membayangi, tentunya angka ini masih mungkin berpotensi naik, dimana angka pengangguran hingga tahun 2021 diprediksi akan mencapai angka 12,7 juta,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menegaskan, hasil apa pun yang telah diraih bangsa Indonesia pada usianya yang ke-75 tahun, bukanlah milik satu rezim pemerintahan. Segala dinamika, kesuksesan dan kegagalan, adalah hasil dari sebuah proses panjang perjalanan sejarah yang telah dilewati bersama sebagai sebuah bangsa.
“Sejarah mencatat, bahwa setiap peluh keringat dan setiap tetes darah pahlawan bangsa adalah saksi bisu betapa mahalnya harga sebuah kemerdekaan. Maka, meskipun sudah sering digaungkan dan diangkat sebagai tema diskusi, refleksi, kritik, atau autokritik, mempertanyakan kembali makna kemerdekaan perlu menjadi bahan perenungan bagi kita semua, seluruh elemen bangsa,” pungkas Bamsoet. (*)