Soal Kasus Baiq Nuril, DPR Kebut Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan

20
Nov

Soal Kasus Baiq Nuril, DPR Kebut Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan

Jawapos.com – Berbagai tindak kekerasan seksual terhadap perempuan akhir-akhir ini marak terjadi. Terbaru, Baiq Nuril mantan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjadi korbannya.

Baiq Nuril melaporkan tindakan kekerasan seksual yang diterimanya. Namun justru malah dikriminalisasi dengan vonis penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta. Padahal, saksi UU ITE dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan Ibu Baiq Nuril tidak melanggar UU ITE.

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan ‎dalam menjatuhkan vonis, hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tak cermat, itu lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan.

“Apa yang terjadi terhadap Ibu Baiq Nuril harus dituntaskan secepatnya, karena ini bukan hanya menyangkut pribadi beliau, melainkan juga menjadi pembelaan terhadap harkat, derajat, dan martabat kaum perempuan pada umumnya,” ujar pria yang akrab disapa Bamsoet saat dikonfirmasi, Selasa (20/11).

Politikus Partai Golkar ini mengatakan, usai masa reses berakhir dan dewan kembali bersidang pada 21 November 2017, DPR bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Setelah mendapat banyak masukan dari berbagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panita Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual DPR akan memformulasikannya ke dalam berbagai pasal-pasal.

“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya akan mengatur hukum terhadap pelakunya, namun juga akan memberikan perlindungan kepada korban. Terutama juga memfokuskan kepada tindakan pencegahan (preventif),” katanya.

Berbagai pihak sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut, antra lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, dan para pakar hukum pidana.

“Pelibatan organisasi keagamaan dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama. Dengan demikian akan memperkuat ruh dalam implementasinya di lapangan,” ungkapnya.

Leave a Reply