Respon Ketua DPR RI Atas Isu-isu Aktual, Jumat (18/01/19)

18
Jan

Respon Ketua DPR RI Atas Isu-isu Aktual, Jumat (18/01/19)

Pertama : Terkait belum maksimalnya sejumlah lembaga termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) di Papua dalam upaya mencegah penebangan ribuan batang kayu merbau secara ilegal, Ketua DPR:

  1. Mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beserta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Polisi Hutan dan Jagawana, untuk berkomitmen dalam meningkatkan pengawasan dan menjaga kelestarian hutan, terutama gangguan dari pelaku pembalakan liar;
  2. Mendorong aparat penegak hukum di Papua untuk secara tegas menindak pelaku pembalakan liar, termasuk perusahaan yang menampung kayu hasil pembalakan;
  3. Meminta aparat beacukai untuk secara selektif dan komprehensif terhadap  dokumen-dukumen yang berkaitan dengan pengiriman, khususnya terhadap dokumen pengiriman kayu gelondongan maupun kayu yang sudah diproduksi setengah jadi;
  4. Mengimbau masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam memberikan informasi kepada aparat jika menemukan atau melihat adanya pembalakan liar, agar dapat secara bersama menjaga kelestarian lingkungan.

Kedua : Terkait dengan dijual bebasnya gula rafinasi melalui situs perdagangan elektronik atau e-dagang, berdasarkan temuan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) penjual berasal dari industri makanan dan minuman di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Yogyakarta, serta daerah Jawa Tengah, Ketua DPR:

  1. Mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jendral PKTN untuk menyelidiki secara mendalam dan mencabut izin usaha terhadap industri makanan dan minuman yang terbukti menjual gula rafinasi secara bebas, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 16/M-DAG/PER/2015 tentang Ketentuan Impor Gula;
  2. Mendorong Kemendag melalui Direktorat Jendral PKTN untuk meningkatkan pengawasan secara berkala terhadap perdagangan gula rafinasi, agar peruntukan gula rafinasi sesuai dengan yang diperuntukan sebagai bahan baku industri.

Ketiga : Terkait 2.357 Aparatur Sipil Negara (ASN) pelaku korupsi, baru 891 yang diberhentikan dengan tidak hormat, dengan alasan eksekusi terhadap ASN dilakukan penundaan setelah adanya keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua DPR:

  1. Mendorong para pejabat Pembina kepegawaian baik di pusat maupun di daerah untuk segera memberhentikan ASN yang berstatus terpidana korupsi, karena berdasarkan Pasal 87 ayat 4 huruf b Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN yang menyatakan, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
    1. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
    1. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
    1. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
    1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
  2. Mendorong Badan Kepegawaian Negara (BKN) segera melakukan pemblokiran terhadap data dan menghentikan gaji ASN yang telah dipidana kasus tindak pidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht);
  3. Mendorong Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk melakukan pembinaan kepada seluruh pegawai ASN guna meningkatkan kedisiplinan dan kompetensi diri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Keempat : Terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (RUU PIHU) yang direncanakan akan menggantikan UU No. 13 tahun 2008 tentang Ibadah Haji, Ketua DPR:

  1. Mendorong Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera menuntaskan pembahasan RUU PIHU terutama terkait persoalan:
    1. Pengaturan pemisahan Kemenag menjadi regulator penyelenggara haji dan Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) menjadi operator penyelenggaraan haji;
    1. Pengaturan yang lebih lengkap dan komprehensif soal kuota, umrah, haji, dan petugas;
    1. Pemberdayaan stakeholder haji termasuk masyarakat dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) serta penyelenggaraan haji khusus diberikan peran secara proporsional;
    1. Pengaturan lebih detail terhadap beberapa pasal yang selama ini kurang jelas dan selama ini diatur dalam Peraturan Kemenag, seperti pengaturan kuota dan kriteria pengelola KBIH.
  2. Mendorong Komisi VIII bersama Pemerintah untuk secara terbuka dan transparan dalam membahas Daftar Isian Masalah (DIM) RUU PIHU, agar RUU PIHU tidak hanya menampung kepentingan dari kelompok bimbingan haji tetapi juga dari masyarakat yang akan melaksanakan haji dan umroh;
  3. Mengimbau masyarakat untuk dapat berpartisipasi dengan memberikan masukan terhadap pembahasan RUU PIHU, agar pembahasan RUU PIHU terjalin apa yang diinginkan masyarakat dan keinginan dari Pemerintah. (Bamsoet)

Leave a Reply