Respon Ketua DPR RI Atas Isu-Isu Aktual, Jumat (19/07/19)

19
Jul

Respon Ketua DPR RI Atas Isu-Isu Aktual, Jumat (19/07/19)

Pertama : Terkait fenomena kekeringan yang semakin memburuk dan meluas hingga ke tujuh provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, serta 9.940 hektar (ha) lahan dinyatakan gagal panen akibat kekeringan, Ketua DPR:

  1. Mendorong Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah (Pemda) dan instansi/lembaga terkait untuk berkomitmen melakukan strategi jangka pendek dan jangka panjang dalam upaya penanganan kekeringan;
  2. Mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk rutin melakukan pendistribusian air bersih ke wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan dan menambah jumlah mobil tangki;
  3. Mendorong Pemerintah untuk melakukan revitalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS), danau, serta membuat embung atau waduk yang dapat menampung air dalam jumlah yang banyak;
  4. Mendorong pemerintah untuk mempersiapkan alokasi dana guna menangani fenomena kekeringan yang terjadi di sejumlah daerah;
  5. Mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum Daerah untuk melakukan perbaikan sistem irigasi di lahan-lahan pertanian terutama di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan, guna meminimalisir terjadinya gagal panen ke depannya, mengingat puncak kekeringan diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan terjadi di bulan Agustus;
  6. Mendorong Kementan bersama Dinas Pertanian dan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada petani mengenai lahan yang dimiliki, sehingga petani dapat menanam jenis tanaman sesuai dengan kondisi lahan yang ada, seperti dengan memperkenalkan padi gogo kepada para petani sebagai alternatif padi yang lebih tahan terhadap kekeringan ataupun beralih ke tanaman palawija, serta mempersiapkan alat pompa di lahan-lahan yang masih memiliki potensi air, sehingga tidak menghambat hasil produksi pangan;
  7. Mendorong BMKG untuk terus mengupdate situasi cuaca terkini, baik melalui media cetak, siber, maupun siaran, agar masyarakat dapat melakukan antisipasi dalam menghadapi kondisi cuaca, terutama kepada petani, mengingat perlu waktu untuk mempersiapkan kondisi pertanian agar tidak terjadi gagal panen;
  8. Mengimbau masyarakat untuk menghemat penggunaan air, membuat sumur resapan yang dapat menampung air, dan secara rutin melakukan kegiatan tanam pohon bernilai ekonomis-ekologis guna menjaga resapan air di lingkungan sekitar rumah.

Kedua : Terkait pernyataan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang menyebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan dinilai bertentangan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan peraturan perundangan, antara lain Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Ketua DPR:

  1. Mendorong Panja RUU Pertanahan bersama Pemerintah untuk mengkaji secara lebih komprehensif dan lintas sektoral terkait ketentuan-ketentuan yang krusial dalam RUU Pertanahan agar tidak bertentangan dengan undang-undang dan ketentuan yang ada, sehingga ke depannya tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, serta fokus pada perihal agraria dan pertanahan;
  2. Mendorong Panja RUU Pertanahan dan Pemerintah untuk membuka ruang bagi masyarakat terhadap koreksi ataupun masukan atas RUU tersebut, serta menyerap berbagai aspirasi yang masuk dari berbagai pihak.

Ketiga : Terkait adanya 11 provinsi yang dinilai rawan terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), namun saat ini baru lima provinsi yang menetapkan status siaga darurat karhutla, Ketua DPR:

  1. Mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menetapkan enam provinsi lainnya yang rawan terjadi karhutla, agar wilayah-wilayah tersebut dapat segera mendapatkan anggaran dari Pemerintah untuk penanganan karhutla, serta segera melakukan antisipasi maupun penanggulangan terhadap karhutla, terutama di 11 provinsi tersebut;
  2. Mendorong KLHK meminta Satgas Karhutla untuk meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi antarsatuan, guna penanggulangan terhadap potensi terjadinya karhutla, secara efektif, efisien, dan terpadu;
  3. Mendorong KLHK bersama Pemerintah Daerah (Pemda) untuk lebih meningkatkan dan mengintensifkan pengendalian karhutla dengan mengutamakan pencegahan melalui pemantauan titik api (hot spot), sosialisasi pencegahan karhutla terhadap Polisi Kehutanan (Polhut) maupun masyarakat, patroli secara intensif, menggerakkan posko-posko, mengkoordinir potensi daerah, dan meningkatkan koordinasi antar pihak terkait;
  4. Mendorong Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk selalu merespon secara cepat pantauan titik api yang diinformasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan pemadaman secara dini apabila terjadi karhutla, guna mencegah meluasnya asap sebagai dampak dari karhutla;
  5. Mendorong BNPB dan BPBD untuk melakukan upaya antisipasi guna mencegah meluasnya titik panas yang menjadi pemicu Karhutla, antara lain dengan mempersiapkan hujan buatan pada wilayah yang dinilai rawan;
  6. Mendorong KLHK, BMKG, bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk memantau titik panas karhutla dengan menggunakan satelit, sehingga titik panas dapat selalu terpantau;
  7. Mendorong BMKG untuk terus melakukan pemantauan serta melakukan pembaruan informasi terkait titik panas tersebut, guna memberikan peringatan dan meningkatkan kewaspadaan bahaya kebakaran kepada masyarakat;
  8. Mengimbau masyarakat untuk melakukan langkah antisipasi lebih awal dalam mengatasi karhutla, seperti dengan menyimpan air hujan yang turun dengan membuat sumur serapan air, sehingga air tersebut dapat digunakan secara cepat untuk melakukan pemadaman api, serta turut serta menjaga kelestarian lingkungan hutan, seperti dengan tidak membuang puntung rokok sembarangan dan tidak membuka lahan dengan cara membakar, sehingga tidak menimbulkan terjadinya karhutla.

Keempat : Terkait defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan (BPJS) Kesehatan yang mencapai Rp28 triliun di 2019 yang berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan, Ketua DPR:

  1. Mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap sistem pemberian layanan kesehatan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan;
  2. Mendorong Pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk memberikan solusi yang komprehensif guna mengatasi defisit BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
  3. Mendorong Pemerintah untuk mengkaji kembali besaran iuran BPJS Kesehatan yang berjalan saat ini, baik iuran yang disubsidi oleh Pemerintah maupun kepesertaan mandiri, dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat;
  4. Mendorong BPJS Kesehatan untuk melakukan perbaikan terhadap manajemen sistem rujukan pelayanan kesehatan, antara lain sistem rujukan pelayanan kesehatan bertingkat, mengingat setiap tingkatan memiliki harga yang berbeda sehingga pendistribusian pasien dapat merata. (Bamsoet)

Leave a Reply